Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

TEOLOGI PERJANJIAN BARU "DIKTAT"



TEOLOGI PL  I


1.      Pengertian Teologi
Teologi berasal dari dua kata yaitu “theos” yang artinya Allah dan “logos” artinya Firman, kata, perkataan.  Dalam arti sempit berarti studi mengenai Allah. Dalam pengertian luas kata itu mencakup semua mata pelajaran yang membentuk rangkaian pelajaran untuk studi teologi. Para teolog abad pertengahan merumuskan pengertian teologi yaitu “theology is taught by God, teaches of God and leads to God” artinya teologi diajarkan oleh Allah, mengajarkan tentang Allah dan memimpin kepada Allah. Dalam hal ini Allah bukanlah obyek penelitian teologis melainkan sebagai subyek teologi.  Dialah yang mengajar umat-Nya mengenai kebenaranNya sendiri, Dialah yang menyingkapkan kebenaran-Nya kepada umat-Nya.  Karena itu kebenaran teologi adalah kebenaran tentang Allah yaitu kebenaran yang akan membawa umat-Nya kepada diri-Nya sendiri.  Jadi dalam berteologi Allah, adalah sumber teologi, pokok teologi serta tujuan teologi.
John h Leith mengatakan, “Teologi Kristen adalah refleksi kritis mengenai Allah, manusia, alam semesta dan tentang iman itu sendiri dalam terang penyataan atau wahyu Allah yang ditulis dalam Kitab Suci dan secara khusus diwujudkan di dalam Yesus Kristus sebagai penyataan final bagi komunitas Kristen.”  Stevri I Lumintang mengatakan, “Teologi adalah pengetahuan tentang hal-hal yang diwahyukan, maka orang yang berteologi atau teolog adalah orang yang memiliki pengetahuan tentang hal-hal yang diwahyukan.”  Richard A Muller mengatakan, “Teologi adalah suatu pengetahuan atau firman tentang Allah yang didasarkan pada penyataan Allah itu sendiri.”  Teologi yang benar adalah teologi yang berdasarkan pada penyataan Allah yang final di dalam dan melalui Tuhan Yesus Kristus (Sola Kristo) dan Sola Scriptura (hanya Alkitab saja sebagai sumber kebenaran) dan Sola Fide (memimpin orang untuk beriman kepada Allah).  Selanjutnya teologi yang benar adalah teologi yang dibangun di atas kenyakinan yang mendasar bahwa Alkitab adalah Firman Allah sebagai sumber teologi sekaligus sebagai penguji teologi. 
RELASI TEOLOGI BIBLIKA

DENGAN DISIPLIN ILMU LAIN


KITAB SUCI



 
INTRODUKSI     EKSEGESIS    HERMENEUTIK


 


TEOLOGI BIBLIKA

TEOLOGI SISTEMATIKA
DAN TEOLOGI DOGMATIK


 


APOLOGETIK           TEOLOGI HISTORIKAL              TEOLOGI
                               DAN TEOLOGI KONTEMPORER      PRAKTIKAL


Kontras Antara Teologi Biblika Dengan Teologi Sistematika

TEOLOGI BIBLIKA
TEOLOGI SISTEMATIKA
Membatasi studinya hanya pada Kitab Suci
Mencari kebenaran dari Kitab Suci dan dari sumber lain di luar Alkitab
Mempelajari bagian-bagian dari Kitab Suci
Mempelajari keseluruhan Kitab Suci
Menyusun informasi tentang suatu doktrin dari penulis tertentu (cth;Yohanes, Paulus) atau era tertentu (Abrahamik, Profetik)
Menyusun informasi tentang suatu doktrin dengan mengkolerasikan semua Kitab Suci
Berusaha mengerti mengapa atau bagaimana suatu doktrin berkembang
Berusaha untuk mengerti apa yang tertulis pada akhirnya
Berusaha untuk mengerti proses dan hasil dari produk itu
Berusaha untuk mengerti hasil dari produk itu
Melihat progress dari wahyu dalam era yang berbeda (era Eden, Nuh)
Melihat kulminasi dari wahyu Allah

Urutan dari Teologi Biblika

Eksegesis                         Teologi Biblika                              Teologi Sistematika


Kesimpulan:
  1. Teologi Biblika merupakan awal dari teologi sistematika; eksegesis memimpin pada teologi biblika yang kemudian memimpin pada teologi sistematika.
  2. Teologi biblika berusaha untuk menentukan apa yang dimaksudkan oleh penulis Alkitab berkaitan dengan isu-isu teologi, sedangkan teologi sistematika menjelaskan mengapa sesuatu itu benar dengan menambahkan pandangan secara filosofis.
  3. Teologi biblika memberikan pandangan penulis Alkitab, sedangkan teologi sistematika memberikan diskusi doktrinal dari sudut pandang masa kini.
  4. Teologi biblika menganalisa materi dari penulis tertentu atau periode sejarah tertentu, sedangkan teologi sistematika meneliti semua materi baik dari Alkitab maupun dari luar Alkitab.
2.      Sejarah Perkembangan Teologi Perjanjian Lama
2.1. Perkembangan Awal
            Pada zaman ini tidak ada bukti adanya suatu studi terorganisir dari teologi biblika dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.  Bukti paling dini ditemukan adalah karya Irenaeus (kira-kita 130-200 AD) yang mengenali keprogresifan wahyu Allah. Kemudian Agustinus (354-430 AD) yang menyarankan tentang periode wahyu Allah.  Serta masa reformasi yang mengembangkan isu-isu tentang soteriologi.
2.2. Abad Kesembilan Belas
            Teologi biblika pada zaman modern dapat ditelusuri sampai pada John Philip Gabler yang menjelaskan teologi biblika adalah “ide religius dari Kitab Suci sebagai suatu fakta sejarah yaitu untuk membedakan tahap-tahap dalam perkembangan ide-ide ini.  Gabler menyangkal hal-hal yang supranatural.
2.3. Sejarah Agama-Agama
            Sekolah Sejarah Agama-Agama mengikuti semangat abad sembilan belas.  Mereka membangun di atas dasar teori Darwin dan mengaplikasikannya pada teori agama.  Iman orang Ibrani tidak dilihat sebagai agama yang unik melainkan sebagai agama yang memiliki kaitan dengan agama-agama, oleh karena agama semua berevolusi dari sumber yang sama. Teologi perjanjian Lama menurut sejarah agama-agama Wellhausen yang menolak  kesatuan Perjanjian Lama dengan memisahkan tulisan-tulisan dari setiap buku dengan beberapa penulis dari periode yang berbeda.  Oleh karena itu  Perjanjian Lama ‘telah direduksi menjadi suatu koleksi bahan-bahan yang berasal dari berbagai periode yang terpisah dan hanya berisi refleksi orang Israel atas berbagai agama primitif yang berbeda.
2.4. Sekolah Sejarah Keselamatan
            Sebagai reaksi terhadap pendekatan humanistic pada Alkitab adalah sekolah Heilsgeschichte (sejarah keselamatan) yang berusaha menekankan aktivitas Allah dalam sejarah. J.C.K. von Hoffman dan teolog-teolog yang lain menyelidiki Perjanjian Lama dan memperlihatkan perkembangan progresif  tentang keselamatan. Mulai dari pelayanan Kristus pada kedatangan-Nya yang pertama dan pada akhirnya kedatangan kedua kali.  Kekuatan sekolah ini adalah kembali kepada wahyu ilahi dan kelemahannya adalah penolakan pada inspirasi Kitab Suci (mereka menerima beberapa pandangan kritik tinggi terhadap Alkitab).
2.4. Neo-Ortodoksi
            Pengesahan dalam teologi PL terjadi setelah Perang Dunia I. Alasan-alasan untuk hal ini adalah : “(1) Kehilangan kepercayaan secara umum pada naturalisme evolusionari; (2) sebagai suatu reaksi melawan keyakinan bahwa kebenaran sejarahdapat dicapai melalui ‘objektivitas’ ilmu pengetahuan secara murni atau bahwa objektivitas semacam itu dapat dicapai; dan (3) tren kembalinya suatu ide pewahyuan dalam teologi dialektikal (neo-ortodoksi).  Teologi-teologi PL yang ditulis pada awal abad kedua puluh merefleksikan reaksi terhadap humanisme ilmu pengetahuan dan penerimaan atas subjektivitas neo-ortodosi. Teologi PL Koning menolak teori Wellhaousen tetapi memiliki kekurangan yang lain; Eissfeldt mengikuti pemikiran historisis dalam menyangkali aktivitas Allah, namun ia menekankan sifat subjektif dari iman teolog dalam perjumpaan dengan Allah.
            Memang neo-ortodoksi secara umum memimpin pada sikap yang lebih serius terhadap kitab suci, namun pandangan ini tetap mengakui banyak aspek dari kritik tinggai, termasuk penyangkalan terhadap inspirasi verbal secara menyeluruh.  Akhirnya neo-ortodoksi berkaitan dengan berkaitan dengan subjektif dalam pendekatan mereka terhadap Kitab Suci.
3. Metodologi Perjanjian Lama
            Metode adalah suatu cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki serta cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.  Dengan demikian pada teolog-teolog Perjanjian Lama mencoba dan memikirkan tentang metode untuk mempermudah dan memahami serta mendalami Perjanjian Lama dengan baik dan sistematis.  Metode-metode tersebut adalah sebagai berikut:
3.1. Metode Didaktik Dogmatik
            Istilah dogmatik menghubungkan metode ini dengan dogmatik atau teologi sistematik.  Metode ini mengikuti struktur Allah – manusia – keselamatan.  Pertama dimunculkan oleh Gerog Lorenz Bauer di tahun 1796 dan yang lebih terkini adalah karya R.C. Denton.  Denton mengatakan bahwa “afirmasi yang paling dasar agama Perjanjian Lama adalah Yahweh adalah Allah Israel dan Israel adalah Umat Yahweh.
3.2. Metode Progresif Genetik
            Pendekatan ini menelusuri hubungan antara Allah dengan masa yang signifikan di sejarah Perjanjian Lama, khususnya yang berpusat pada kovenan yang dibuat Allah dengan Nuh, Abraham dan Musa.  Metode ini dimunculkan oleh Chester K. Lehman yang mengatakan bahwa “Kami menemukan bahwa garis keturunan  yang paling fundamental dalam wahyu Allah berpusat pada beberapa kovenan yang Allah buat dengan manusia. Kovenan secara Genetik mulai dari Nuh, Abraham, Musa dan sampai kepada Kristus.
3.3. Metode Lintas Bagian
            Metode ini dikembangkan oleh Walter Eichrodt pada tahun 1930 dengan mengusulkan bahwa kovenan itu merupakan pusat dari Teologi Perjanjia Lama.  Dia membuat suatu lintas bagian melalui proses historical, di mana terhampar dengan struktur inti dari agama.  Eichrodt mengembangkan tiga kategoti yaitu Allah dengan umat-Nya, Allah dengan dunia dan Allah dengan manusia untuk memperlihatkan perkembangan pikiran dan intuisi.


3.4. Metode Topikal
            John L. McKenzie mengembangkan teologi Perjanjian Lama tanpa pertimbangan Perjanjian Baru.  McKenzie menulis seakan Perjanjian baru tidak ada.  Dan sebaliknya Harnack atau Bultmann yang dengan jelas mengatakan bahwa Perjanjian Lama bukanlah sebuah buku.  McKenzie mengembangkan teologi Perjanjian Lama-nya sekitar pengalaman orang Israel dengan Yahweh.
3.5. Metode Diakronik
            G.von Rad yang mengatakan bahwa Teologi Perjanjian Lama harus diceritakan kembali kerigma Israel atau pengakuan Perjanjian Lama, yang dinyatakan oleh orang Israel dalam konteks sejarah.  Penceritaan kembali bukan merupakan penyataan iman; mereka merupakan tindakan di mana umat mengekspresikan kesadaran hubungan mereka dengan Allah.
3.6. Metode Teologi Biblikal Baru
            Bevard Childs telah menyerukan tentang teologi biblical baru yang bergerak melampaui metode kritik histories (yang meninggikan penalaran manusia sebagai otoritas tertinggi dan memperlakukan Alkitab sama dengan buku-buku lain) yang mendasari hampir semua teologi Perjanjian Lama. Dia menyarankan untuk berhubungan dengan teks Alkitab dalam bentuk akhirnya sebagai metode yang seharusnya untuk merumuskan teologi Perjanjian Lama.
3.7. Metode  Leksikografis
            Metode ini membatasi lingkup penyelidikannya pada satu kelompok orang-orang alkitabiah dan kosa kata teologi khusus mereka.  Tokohnya adalah Gerhard Kittel.


3.8. Metode Tematik
            Metode ini dikembangkan oleh John Bright yang menekankan penyelidikannya di luar kosa kata istilah utama tunggal untuk mencakup seluruh kata-kata di sekitar tema utama.
4. Tema-Tema Teologi Perjanjian Lama
4.1. Monoteisme
            Monoteisme berasal dari bahasa Yunani “Monos” yang artinya “satu” dan “theos” artinya “Allah.” Jadi arti “monoteisme” adalah kepercayaan dan ibadah kepada hanya satu Allah.  Berbeda dengan Henoteisme yaitu “henos” yang artinya “dari satu” dan “theos” artinya “allah.”  Kata ini tidak boleh dianggap berarti monoteisme yakni menyembah satu Allah tetapi menyatakan bahwa ilah-ilah lain juga ada.  Demikian juga kata “monolatri” yang artinya pemujaan kepada ilah meskipun satu tetapi mempercayai ilah-ilah lain.
            Untuk menjelaskan makna kata monoteisme dalam bahasa Ibrani menunjukkan makna yang sangat alkitabiah.  Dalam bahasa Ibrani terdapat dua kata yang berbeda makna untuk menunjukkan kata “satu” yaitu; pertama, kata “dha,” (Echad) yang artinya “satu tapi jamak, satu kolektif.” (Ulangan 6:4; disebut shema Israel).  Kata “Echad” menunjukkan tentang kesatuan jamak atau kolektif yang menekankan lebih dari satu pribadi, yaitu satu kerumunan, satu kelompok orang, atau satu bangsa. Contoh: Kej 2:24; Ezr 3:1; I Taw 12:38).
            Kata Ibrani “Echad” digunakan seratus kali (100) dalam Perjanjian Lama dan biasanya berarti kesatuan jamak; kesatuan yang lebih dari satu.  Inilah kata “echad” yang digunakan berkaitan dengan satu Allah. (Ul 6:4).  Dua kata Yunani yang memuat pikiran yang sama seperti dua kata Ibrani tersebut adalah ‘heis’ dan “monos.”  Kapanpun Alkitab berbicara tentang fakta bahwa Allah itu satu, hal ini tidak pernah menunjuk pada satu Allah secara matematis, tetapi selalu pada kesatuan jamak; kesatuan lebih dari satu pribadi.  Ini berbicara tentang kejamakan Pribadi Ilahi dalam satu Allah. Kesatuan ini adalah kesatuan jamak yang dinyatakan sebagai tritunggal, kesatuan dari tiga dalam satu. Dalam Ulangan 6:4 “TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa.”  Ayat ini memberitahukan kita bahwa merupakan kesatuan jamak.  Ayat ini menyatakan bahwa “Yehovah Elohim” adalah satu kesatuan , satu jamak dalam hakikat dan keberadaan.  Kata “Elohim” adalah kata satu-jamak yang menyiratkan kejamakan pribadi-pribadi ilahi.  Namun inilah yang menjaga Israel dari kejatuhan total kedalam agama-agama politeristik sesat, penyembahan terhadap banyak allah.  Kesatuan Allah adalah kesatuan jamak.  Keesaan Allah bukanlah matematis.  Keesaan Allah adalah kesatuan jamak, satu hakikat yang tidak terbagi dan tidak terpisahkan dengan tiga perbedaan yang abadi.
Kata “dh:y (yachad) yang berarti “satu matematis, satu dalam arti umum (ilmu matematika).  Berbicara tentang “yachad” adalah berbicara tentang kesatuan yang mutlak, sebuah angka satu matematis.  Kata tersebut digunakan kira-kira dua belas kali dalam Perjanjian Lama, tetapi tidak pernah digunakan  untuk menggambarkan kesatuan Allah.
            Berikut ini ada beberapa contoh dari pemakaiannya; Abraham mempersembahkan anaknya yang tunggal (yachad) (Kej 22:2, 12), Lepaskan ya Tuhan, ya Tuhanku satu-satunya (Maz 22:20; Zak 12:10, Yer 6:26 dan Hak 11:34).  Kata ini penting untuk fakta bahwa hanya ada satu jalan kepada Allah, satu Anak Allah, satu dan hanya satu-satunya harapan keselamatan bagi manusia dan ini melalui Tuhan Yesus Kristus.
            Monoteisme bagi bangsa Yahudi memiliki pengaruh yang sangat kuat karena mereka menyadari kejayaan masa lampau itu adalah karya Tuhan. Orang-orang Yahudi menyadari bahwa manusia tidak dapat menciptakan dirinya nsendiri karena kekuatannya terbatas.  Mereka mengakui bahwa hanya Yahweh-lah yang sesungguhnya dan tidak ada yang lain.  Walaupun sebenarnya banyak orang-orang di luar Yahudi yang percaya dengan ilah-ilah mereka.  Tetapi ilah mereka tidak berkuasa dan sangat terbatas daerah kekuasaannya. Kepercayaan bangsa Israel berbeda dengan kepercayaan bangsa-bangsa lain yang mempercayai dewa-dewa dalam kapasitas kekuasaan tertentu dan yang terbatas.  Dewa-dewa bangsa-bangsa lain mempunyai daerah kekuasaan tertentu sehingga bisa jadi setiap wilayah itu mempunyai dewa yang berbeda.
            Monoteisme bagi bangsa Israel sangat penting karena mereka menganggap bahwa hidup mereka tidak bisa terlepas dari Allah dan apabila mereka meninggalkan Allah Israel, maka penderitaan dan masalah akan mereka alami.  Allah Israel adalah Allah yang menyertai, membela, memberi kemenangan serta memberikan tanah perjanjian bangi bangsa Israel. 
4.2. Allah adalah Pribadi dan Nama-Nama Allah
            Eichrodt mengatakan, “Allah sendiri keluar dari tempatnya yang rahasia dan membuka diri-Nya dalam persekutuan.  Allah adalah pribadi dan memberi nama bagi diri-Nya sendiri. Kemudian Wesley Brill mengatakan “Satu pribadi memiliki tiga hal yaitu “memiliki pengetahuan, memiliki perasaan dan memiliki kehendak diri.  Alkitab memberikan bukti akan kepribadian Allah yang meliputi tiga aspek yaitu Ams 15:3; Yer 29:11 (Allah memiliki pengetahuan), Maz 115:3; Yes 46:10-11 (Allah memiliki kehendah hati), Maz 33:5; 103:8-13 (Allah memiliki perasaan). Yeremia 10:10-16 menjelaskan bahwa “Allah tidak sama dengan berhala-berhala yang sebenarnya hanyalah benda-benda mati; bukan satu pribadi.  Sebab dapat diketahui berhala tidak dapat mendengar, berjalan, berbicara dan lain sebagainya.  Tetapi Allah Israel adalah pribadi yang dapat melakukan segala sesuatu bahkan di luar kemampuan manusia. Allah memberikan nama-Nya kepada manusia sebagai bukti kepribadian-Nya dan keterlibatan-Nya dalam kehidupan manusia.  Tokoh Filsafat Hegel dengan pandangan idealisme mengatakan bahwa “Allah itu Roh yang tidak berkepribadian.” Pandangan itu tentunya tidak sesuai dengan Firman Tuhan karena Allah adalah pribadi yang dinyatakan dalam nama dan karakter-Nya serta sifat-Nya. Berikut ini penjelasan nama-nama Allah dalam Perjanjian Lama:
1. El diterjemahkan Allah atau dewa (Ul 5-9, Kej 31:13)
            ‘El’ adalah kuat, penuh kuasa, berkuasa. Dalam bentuk tunggal.  Ketika nama ‘El’ digunakan sebagai sebuah nama jamak, biasanya itu dihubungkan atau dipakai untuk menunjukkan kuasa atau sifat Allah dalam hubungannya dengan ciptaan-Nya.
2. El-Elyon “ /yle[e “ artinya Allah yang maha tinggi adalah gelar Allah seperti yang disembah oleh Melkisedek (Bil 24:16; Maz 7:18)
3. Elohim “myhiloa,
Kata ‘Elohim; meskipun dalam bentuk jamak, Elohim dapat dipakai sebagai bentuk tunggal yang berarti Allah yang maha tinggi. Penggunaan kata ini mengacu pada hubungannya dengan kosmik dan semesta dunia (Kej 1:1) karena hanya ada satu Allah yang maha tinggi dan benar. Ia adalah sang pribadi. Nama ‘Elohim’ adalah nama yang berkaitan dengan hubungan antara Allah dengan ciptaan-Nya.  
4. Yahweh “hwhy” (YHWH) diterjemahkan Yehowa.
Keempat huruf ini disebut “tetragrammaton” yang dianggap teramat suci sehingga tidak dibaca YHWH melainkan “Adonay” yang artinya Tuhanku dalam LAI menggunakan huruf kapital cth: TUHAN. Secara khusus Yahweh adalah Allah para Bapak Leluhur Israel (Kej 3:15).  Dalam hal ini menunjukkan Allah mempertemukan dirinya dengan manusia dalam suatu hubungan membawa diri-Nya dekat dengan manusia sebagai sahabat.  Yahweh ini juga disebut sebagai Allah perjanjian di mana Allah telah mengikatkan dirinya dengan umat-Nya melalui persekutuan dan hubungan yang dekat.  Arti dari YHWH adalah Allah yang ada dari kekekalan kepada kekekalan, tidak diubah dan tidak berubah. Allah yang ada untuk menyatakan diri kepada manusia dalam tujuan penebusan.  Maka melalui nama ini dalam Alkitab kita sering menemukan: Yehovah Yireh (Allah akan menyediakan, Kej 22:14), Yehovah Rapa (Tuhan yang menyembuhkan, Kel 15:26), Yehovah Nissi (Tuhan panji-panjiku, Kel 17:15), Yehovah Kanna (Tuhan yang cemburu (Kel 20:5; 34:14; Ul 5:9), Yehovah Makaddeskum (Tuhan yang menyucikan, Kel 31:13; Im 20:8), Yehovah Shapat (Tuhan Sang Hakim (Hak 11:27), Yehovah Seba’ot (Tuhan atas alam semesta (I Sam 1:3, Maz 24:10; 84:1,3), Yehovah Raah (Tuhan gembalaku, Maz 23:1), Yehovah Hosenu (Tuhan pembuat, Maz 95:6), Yehovah Tsidkenu (Tuhan kebenaran kita (Yer 23:6), Yehovah Syamma (Tuhan hadir disitu atau pernah hadir, Yeh 48:35).
5. El-Olam “ml;[lae”artinya Allah kekekalan (Kej 21:33) atau keberadaan yang abadi.
6. El-Yireh “ha,rEyi hwhy  Allah yang menyediakan (Kej 22: 8,14)
7. El-Roi artinya Allah yang melihat (Kej 16:13-14) Kemahatauan Allah.
8.      El Syadday artinya Allah maha kuasa (Kej 17:1).
9.      El-Bethel artinya Allah dari rumah Allah (Kej 31:13; 35:7)
10.  El-Gibbor artinya Allah yang besar, berkuasa (Yes 9:6; Yer 32:18-19)
11. Yehova Syalom “mloc; hwhy” (Hak 6:24) Allah damai sejahtera
            Dengan memberi nama diri-Nya sendiri Allah menekankan tiga hal:
1.      Sebuah nama menitikberatkan kehadiran Allah di tengah-tengah umat-Nya lepas dari aspek kebendaan dan penampilan yang berkaitan dengan kehadiran tersebut. Keagungan dan kasih Allah nyata terwujud di dalam nama-nama-Nya
2.      Pemakaian berbagai nama mencerminkan campur tangan dinamis Allah dalam kehidupan bangsa Israel.  Keterlibatannya adalah suatu aktivitas yang tidak bisa tinggal diam.
3.      Nama selalu berkaitan dengan hubungan Allah dengan umat-Nya, sejarah keterlibatan Allah dengan umat-Nya.
4.3. Allah adalah Roh
            Dalam Alkitab terdapat 378 kali kata “Roh” dalam Perjanjian Lama dengan kata kerja yang berarti mengeluarkan nafas dengan kuat dari hidung, kadang-kadang mengandung arti pusat hidup. Juga berarti bernyawa berkaitan dengan nefesy (nafas: mahluk hidup). Dalam bahasa Ibrani “hWr” (ruakh) yang berarti angin, sering dianggap berkuasa, angin sebagai kekuatan, kehebatan dan mampu untuk merombak. (Kej 1:2; 6:3) Roh Tuhan memberi kuasa (Yoel 2:28-29).  Allah menyatakan keimanenan-Nya menjadi akan nyata bila kehendak-Nya dinyatakan oleh Roh-Nya (Maz 104; 139) Para Hakim dan raja Israel harus dipenuhi oleh Roh Tuhan untuk memberi kemampuan dan karunia-karunia Roh. Roh Kudus dalam PL (Yes 63:10-11).
            Allah adalah Roh.  Dia tidak memiliki materi dan tubuh. Roh tidak memiliki daging dan tulang. Itu sebabnya Allah dikatakan tidak dapat dilihat (Ul.4:15-19; Kel 33:20).  Itu sebabnya juga mengapa Allah melarang bangsa Israel untuk membuat segala patung yang terlihat atau mirip dengan Allah (Ul.4:14-20; Yes 40:25).  Allah adalah Pribadi.  Ketika kita mengatakan Allah adalah Roh, tidak berarti bahwa Dia adalah kuasa atau sifat yang tidak tersentuh.  Dia adalah pribadi yang memiliki kesadaran, kehendak, tujuan, akal budi dan perasaan (Kej 1:2).  Dalam kepribadian-Nya pada dasarnya adalah Roh dan bukan fisik.
            Roh Allah juga sering disebut “Roh Kudus” dan kata “roh” (Yunani: pneuma) yang berarti “napas” atau angin” yang mengandung makna konsep kuasa yang tak terlihat (Yes 40:7).  Dalam Perjanjian Lama Roh Kudus terlihat bekerja dalam kehidupan bangsa Israel.  Karya Roh Allah dalam Perjanjian Lama:
a.       Karya Roh Kudus dalam Penciptaan
-          Roh Kudus berperan dalam penciptaan langit dan bumi (Ayb 26:13; Maz 33:6; Yes 40:12-24)
-          Roh Allah berperan  dalam penciptaan manusia (Kej 1:1-2).
b.      Roh Kudus dalam Bangsa Israel
-          Roh memampukan Yusuf menafsirkan mimpi Firaun (Kej 41:38)
-          Roh Allah memberi hikmat untuk pembangunan tabernakel (Kel 28:3; 31:1-6; 35:31).
-          Roh Kudus memampukan 70 tua-tua untuk bernubuat dalam perkemahan Israel (Bil 11:16-29)
-          Hakim-Hakim diperlengkapi oleh Roh Kudus (Hak 3:9-10 , Otniel; 6:34 Gideon; Yefta 11:29; Simson 14:6, 19; 15:14).
-          Yosua diperlengkapi  roh hikmat (Ul 34:9; Bil 27:18)
-          Daud dan Saul (I Sam 16:13; I Taw 28:12; I Sam 10:6; 11:6)
-          Imam dan nabi (II Taw 20:14, 17; 24:20) (Bileam (Ul 24:2, Azarya (II Taw 15:1-2, Elia (I Raj 2:1-8), Elisa (I Raj 2:1-18), dsb.
Roh Kudus ‘datang atas’ (Hak 6:34; I Taw 12:18), ‘menguasai’ (Hak 14:6; I sam 10:10), ‘di dalam’ dalam arti berdiam (Kej 41:38; Bil 27:19), ‘memenuhi’ (Kel 31:1-7), ‘di atas’ (Bil 11:17, 24:2; Hak 3:10), ‘hinggap atas’ (Bil 11:25-26; II Raj 2:15; Yes 11:2), ‘bergerak’ (Hak 13:25), ‘memasuki’ (Yeh 2:2; 3:24)
Jadi Hakim-Hakim, Imam, dan nabi-nabi serta raja-raja mengalami kepenuhan Roh Kudus sehingga mereka dikenal sebagai Yang Diurapi Tuhan. Semua orang yang mengalami kuasa dan karya Roh Kudus atas mereka bisa memberi kesaksian bahwa “Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan Roh-Ku, firman Tuhan semesta alam’ (Za 4:6).
Tony Evans mengatakan “Allah adalah roh, Dia adalah oknum yang tak tersusun dari bagian-bagian.  Jadi segala sesuatu di manapun di cakup kehadiran Allah.  Hal ini berarti bahwa Allah adalah roh menunjukkan bahwa Ia adalah Mahahadir.  J. Wesley Brill mengatakan, “Allah adalah roh, sebab itu Allah mempunyai pengetahuan. Allah adalah Roh yang sempurna, sebab itu pengetahuan Allah sempurna.  Hal ini menunjukkan bahwa Allah adalah mahatahu.  Robert Crossley mengatakan “Allah dengan Roh-Nya bertindak di dalam dan melalui manusia.  Ia adalah Allah yang menolong setiap kehidupan orang percaya karena Ia tinggal di dalam diri orang percaya.
Peran Roh Kudus Dalam Perjanjian Lama:
1. Roh Kudus memainkan peranan aktif dalam penciptaan
2. Roh Kudus aktif dalam menyampaikan amanat Allah kepada umat-Nya.
3. Kepemimpinan umat Allah pada jaman Perjanjian Lama di kuasai oleh Roh Tuhan
4. Roh Allah juga dapat datang (memenuhi) orang-orang tertentu untuk membekali mereka bagi tugas khusus.
5. Roh Tuhan ingin menuntun seseorang pada tingkat kehidupan yang benar.
6. Roh kudus memenuhi beberapa orang melayani dan bernubuat.

4.4. Antropomorfisme
Dalam bahasa Yunani yaitu “antropos” yang artinya “manusia” dan kata “morphe” artinya “bentuk.”  Jadi Allah menyatakan dirinya dalam bentuk manusia. Manusia tidak dapat mengenal Allah karena Ia sama sekali berbeda dengan manusia. Sehingga Allah menyatakan dirinya dalam bentuk manusia sehingga manusia dapat memahami kehadiran dan pemeliharaan-Nya bagi umat-Nya. Contoh : Allah mempunyai mata (Maz 11:4), telinga (Maz 86:1), mulut (Ayub 11: 5) tangan (Maz 31: 6).
Millard J. Ericson mengatakan “Allah yang dinyatakan dalam Alkitab adalah Allah yang transenden yang berada jauh diluar jangkauan pengalaman inderawi manusia.  Untuk itu Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia dalam bentuk antropis.”  Antropis merupakan bentuk pemakaian bahasa-bahasa manusia yang umum di pakai.  Allah menyatakan diri-Nya agar manusia mengenal pribadi-Nya.  Untuk itu Allah menyatakan diri-Nya dalam bentuk manusia agar lebih mudah mengenal-Nya. 
William Dyrness menjelaskan bahwa dengan menyebut diri-Nya dengan istilah-istilah manusiawi, Allah menekankan bahwa dengan cara-Nya yang khas Ia mengambil bagian dalam dunia kita.  Antropomorfisme berbicara mengenai penciptaan manusia menurut gambar dan rupa Allah dan keinginan Allah untuk bersekutu dan berhubungan dengan manusia.  Untuk memungkinkan hal itu, Allah harus datang kepada manusia dan memakai bahasa manusia. Allah menggunakan bahasa anthropomorfisme berarti berbicara tentang Allah seolah-olah Ia adalah manusia.  Bahasa anthropomorfisme adalah untuk membantu manusia agar mengerti Allah dengan baik.

Antropopatisme
Allah juga menyatakan diri-Nya dalam bentuk perasaan-Nya yaitu Allah menyesal (Kej 6:6 ) Allah yang cemburu (Kel 20:5).  Allah bersukacita.  Ini disebut dengan istilah “Antropopatisme  Kata “anthropopatisme” berasal dari bahasa Yunani yaitu ”anthropos” yang berarti manusia dan ”phathein” yang berarti “perasaan”. Henk Ten Napel berkata bahwa anthropopatisme adalah paham bahwa Allah  menderita dan mengenal perasaan sama seperti manusia.  Dalam bahasa anthropopatisme Allah menyatakan diri-Nya sebagai pribadi yang memiliki emosi dan dapat ikut merasakan apa yang dirasakan oleh umat-Nya. Allah menggunakan dan menyatakan diri-Nya dalam bentuk manusia berarti Allah berbicara seolah-olah Ia adalah manusia.  Cara ini mempermudah manusia untuk mengerti tentang Allah dengan lebih baik.
            Sering Allah menyebutkan diri-Nya dengan istilah-istilah manusiawi,  Allah berfirman, bercakap-cakap, mendengar, melihat, mencium, mempunyai wajah, tangan dan yang lainnya.  Perwujudan ini memang menjernihkan pandangan Perjanjian Lama tentang Allah lewat cara-cara yang penting. Dengan menyebut diri-Nya dengan istilah-istilah manusiawi, Allah menekankan bahwa dengan cara-Nya yang khas Ia mengambil bagian dalam dunia kita. 
            Tujuan Allah menyatakan diri-Nya dalam bentuk manusia adalah pertama; untuk menunjukkan inisiatif Allah untuk menjangkau manusia. Kedua, Allah ingin bersekutu dengan manusia. Ketiga, providensia terhadap umat-Nya.
4.5. Kebenaran Allah
            Kata ”kebenaran” dalam bahasa Ibrani “  d,x,” (sedekh)yang berarti kebenaran, benar, dinyatakan benar, keadilan.”  Kebenaran adalah kekudusan yang sedang bertindak menjadikannya nyata (Ul 32:4) Adil dan benar Dia (Hak 5:11) Tindakan Allah  melepaskan umat-Nya disebut perbuatan yang adil.  Perbuatan-perbuatan Allah dalam kebenaran menyatakan kedaulatan-Nya di dalam moral kepada manusia.
            Kebenaran adalah keadilan Allah yang merupakan campur tangan-Nya bagi umat-Nya di dalam pemeliharaan hak-hak umat perjanjian (Kel 32:10; Bil 14:12).  Hubungan unik antara Allah dengan umat-Nya menjadi konteks untuk menyingkapkan keadilan Allah. 
Von Rad mengatakan, “Keadilan adalah suatu konsep hubungan yang menyangkut tanggung jawab sebagai akibat adanya hubungan tersebut.  Kemudian B. Davidson mengatakan, “Keadilan bukan sekedar suatu sifat tetapi akibat dari perbuatan Allah. Keadilan adalah suatu yang dihasilkan oleh Allah di dalam dunia sehingga dunia mewarisi watak Allah. 
4.6. Kekudusan Allah
            Kekudusan dalam bahasa Ibrani “cwdq;” (qados) yang artinya “suci, kudus.”  Kata “qados” memiliki makna “terpisah (dikhususkan) atau terpotong dari.” Digunakan terhadap keadaan terlepasnya seseorang supaya Tuhan dapat memakainya.  Kekudusan Allah menunjukkan transendensi (Allah yang jauh; sangat terpisah dari) karena kekudusan-Nya.  Istilah ini juga menunjuk kepada hubungan yang berarti ketentuan Allah untuk memelihara kedudukan-Nya sendiri terhadap makhluk lainnya. Kekudusan adalah pengesahan Allah sendiri untuk menyatakan kekudusan.
            Kekudusan merupakan sifat yang paling utama dari antara sifat-sifat Allah.  Dari antara unsur-unsur kodrat Allah yang paling utama adalah bahwa Dia itu kudus.  Yesaya 57:15 “Ia adalah yang kudus.”  Kata “kekudusan” menunjukkan bahwa Allah sangat berbeda dengan ciptaan. Dari arti kata “Kudus  terpisah (lain dari pada yang lain), berbeda dari.”   Allah itu sempurna dalam kekudusan-Nya dan tidak ada gradasi (tingkat peralihan, derajat) dosa. Kekudusan Allah membuat Dia harus menghakimi dosa. Allah menghakimi semua manusia dan ciptaan, sebab Allah yang kudus tidak bisa mengabaikan begitu saja dosa.  Ia tidak dapat acuh tak acuh terhadap dosa.  Allah itu kudus, artinya kita hanya dapat mendekati Dia menurut persyaratan yang Dia berikan.
            Prinsip yang fundamental adalah satu-satunya hal yang dapat memuaskan tuntutan Allah yang kudus adalah “penumpahan darah.” Artinya harus ada penggantian (substitusi).
4.7. Kekuasaan Allah
Semua perbuatan Allah menunjukkan kekuasaan-Nya tetapi tidak pernah merupakan kuasa yang sewenang-wenang.  Kesadaran akan kekuasaan Allah dinyatakan demi kepentingan umat-Nya diperkaya dengan kepercayaan akan kuasa-Nya sebagai pencipta.  Kekuasaan Allah dipahami sebagai hukuman maupun berkat.  Allah selalu dinyatakan dalam suatu konteks moral (Kej 28:17), sebagai hukuman (Yes 9:5; Yer 20:11: Musuh-musuh Israel mengenal Allah sebagai pahlawan yang hebat).
Kekuasaan Allah adalah kekuasaan yang tidak terbatas, namun mempunyai dasar moral. (Maz 62:11). Dia tidak mengeluarkan energi untuk melakukan sesuatu yang harus dilakukan.  Allah tidak pernah membutuhkan sesuatu di luar diri-Nya sendiri untuk menopang kekuatan-Nya.


4.8. Kasih Setia Allah
Dalam bahasa Ibrani “ds,h,” (khesed: kasih, setia, anugerah). Dari pengertian ini menjelaskan bahwa janji Allah juga menunjuk kepada kesetiaan baik terhadap janji maupun rencana-Nya dalam kehidupan manusia. Apabila dihubungkan dengan kata “tyriB](berith: janji, perjanjian), maka pengertian terhadap kedua kata ini menjadi luas yaitu menjelaskan bagaimana Allah meneguhkan perjanjiannya kepada umat-Nya yang didasari oleh kasih. Tindakan solidaritas dinyatakan melalui perjanjian yang kuat didalam kasih. Kata “ds,h, juga memiliki arti hubungan Allah kepada umat-Nya atau secara individual, kesetiaan, kebaikan dan kasih karunia. 
Kata yang sering juga dipakai untuk menjelaskan “kasih karunia” adalah
  nj;” ( chanan: kasih karunia, rahmat, kebaikan, kehendak baik; juga kebaikan yang disepakati). digunakanlah hanya kepada Tuhan, untuk menyatakan kasih sayang dan pemberian yang cuma-cuma kepada mereka yang tidak jasa atau berjasa, kepada siapa Ia  menganugerahkan dengan cuma-cuma dan memberikan kasih-Nya suatu belas kasihan, mengampuni dosa mereka, dan dampak dari kasih-Nya membebaskan mereka dari dari hukuman, penderitaan).
            Kasih karunia Allah memberi kesempatan kepada umat-Nya untuk menikmati segala janji dan berkat Allah. Kasih karunia adalah pemberian cuma-cuma kepada manusia dan bukan karena usaha manusia.  Allah yang bertindak untuk memberikan kasih-Nya supaya umat-Nya mendapatkan kebaikan dan pengampunan serta janji-Nya. Allah adalah kasih yang memberikan kemerdekaan dari dosa dengan pengampunan-Nya yang besar. Dengan dasar kasih Allah bangsa Israel mendapatkan pengampunan dan pembebasan dari tanah Mesir untuk mendapatkan janji Allah yang diberikan kepada nenek moyang mereka.    
Sproul mengatakan, “Bahwa Allah tidak hanya berbicara mengenai kasih melainkan menaruhkan dalam perjanjian menunjukkan dengan cara yang tidak dapat disangkal. Ia menunjukkan kasih-Nya dengan mengaruniakan. Kasih dinyatakan melalui janji-janji-Nya kepada umat-Nya. Abraham mendapat kasih Allah untuk merealisasikan kasih Allah kepada seluruh manusia.
4.9. Kemuliaan Allah
Dalam bahasa Ibrani “dWbk” (kavod) yang berarti “bobot, nilai, kehormatan.” Konsep terpenting ialah kemuliaan Tuhan, ini menunjukkan penyataan diri, sifat dan kehadiran Alah kepada umat manusia (Kel 16:7,8). Terdapat juga kata “hn;kic” (Syekinah) yang artinya tinggal, yang dipakai oleh orang Yahudi sebagai ungkapan kemuliaan Allah.  Kata ini sebutan bagi Allah sendiri dengan tujuan menyingkirkan pikiran, perasaan seperti manusia yang tidak disukai Yudaisme.
Kemuliaan Allah paling baik dilukiskan sebagai perwujudan sifat-sifat khasNya, karakter-Nya dan kesempurnaan-Nya.  Kata ‘kemuliaan’ menunjukkan arti dahsyat.  Bila kita berbicara tentang kemuliaan Allah, kita berbicara mengenai reputasi dahsyat karena Dia memiliki kecemerlangan yang dahsyat. Lima hal tentang kemuliaan Allah; pertama, kemuliaan Allah adalah rangkuman seluruh kodrat-Nya yang intrinsic (terkandung di dalamnya)
4.10. Hikmat Allah
Dalam bahasa Ibrani terdapat beberapa kata untuk menjelaskan tentang hikmat yaitu; pertama “hmkh;” (khokhma) yang artinya hikmat. Kedua; kata “n;bi” (bina) yang artinya pengertian (Ayb 39:20) dan kata “hn;Wbt” (tevuna) yang artinya kebijakan (Maz 136:5; Ams 9:12). Pada dasarnya hikmat adalah kepintaran mencapai hasil, menyusun rencana yang benar untuk memperoleh hasil yang dikehendaki. Cth: Bezalel yang diberikan Tuhan hikmat (Kel 31:3; Yes 11:2; Yes 9:5)  Hikmat dari arti utuh dan mutlak hanyalah milik Allah (Ayub 12:13, Yes 31:2; Dan 2:20-230.  Hikmat Allah mencakup bukan hanya sempurnanya dan lengkapnya pengetahuan-Nya mengenai setiap segi bidang kehidupan (Ayb 10:4; 26:6; 15:3) tetapi juga mencakup kedaulatan-Nya mengenai tuntasnya apa yang ada dalam pikiran-Nya dan yang mustahil dapat digagalkan. Hikmat senantiasa bersifat praktis.  Dan dalam Perjanjian Baru hikmat adalah sebagai karunia.  Gabungan antara hikmat atau pengertian dan ketaatan dan segala pengertian yang mendalam harus beralaskan ketaatan. (Ams. 1:7)
Dalam kitab Amsal Hikmat Allah sering menjadi personifikasi dari Tuhan (Ams 8:1, 13, 23, 32).
4.11. Malaikat Tuhan
Malaikat dalam bahasa Ibrani “  alm” (malakh) yang artinya pesuruh Allah atau utusan Allah). “Malaikat Tuhan” kadang-kadang “Malaikat Allah” atau “malaikat-Ku.”  Digambarkan sebagai makhluk sorgawi yang diutus oleh Allah untuk berurusan dengan Allah sebagai agen pribadi-Nya dan jurubicara-Nya.  Dalam banyak kutipan malaikat disamakan dengan Tuhan dan bicara bukan hanya dalam nama Tuhan tetapi sebagai Tuhan dalam bentuk kalimat orang pertama kata ganti orang: Tuhan, Dia, Berfirmanlah (Kej 16:7; 12:17; 22:11; 13:13). Namun kadang-kadang malaikat dibedakan dengan Allah (2 Sam 24:16; Zak 1:12-13). Dalam Perjanjian Baru malaikat adalah alat langsung dari kehendak-Nya.  Malaikat adalah pesuruh, artinya bahwa malaikat tidak berhak mengambil tindakan atau keputusan tanpa perintah dari Tuhan.
Dalam Perjanjian Lama, malaikat Tuhan boleh jadi hanya sebagai utusan Allah, berbeda dengan Allah sendiri atau dapat pula diidentifikasikan sebagai Tuhan sendiri yang berbicara sebagai orang pertama.  Suatu ciri khas semua teofani Perjanjian Lama ialah bahwa kita tidak dapat menarik sebuah garis pemisah yang jelas antara kehadiran seorang wakil Allah dan Allah sendiri.  Bila malaikat Tuhan hadir, maka terasa pula kehadiran Allah yang bersifat melindungi atau menakutkan.  
Alkitab mengatakan bahwa Allah memiliki kerajaan yang kekal, dan dalam kerajaan itu terdapat makhluk-makhluk rohani yang diciptakan dan disebut malaikat.  Malaikat-malaikat itu terbagi atas dua kategori; malaikat yang baik dan malaikat yang jahat. Malaikat yang baik peduli akan kesejahteraan manusia yang kahat muncul untuk membuat kejahatan dan kerusakan.  Ada sekitar 300 catatan mengenai malaikat dalam Alkitab yang meneguhkan keberadaan mereka.  Pada umumnya diterjemahkan sebagai.  Kata Ibrani untuk malaikat secara sederhana berarti ‘pengantar, pembawa berita.’ Malaikat adalah makhluk-makhluk roh yang melayani (Mzm 104:4), kadang-kadang malaikat bisa mengambil rupa manusia dan melakukan pekerjaan-pekerjaan manusia (Mzm 78:25; Kej 18:8; 19:3).  Malaikat itu tidak terhitung jumlahnya (Dan 7:9-10; Maz 148:2-6, Ayb 25:3, Mzm 68:17, II Raj 6:17). Malaikat adalah ciptaan yang memiliki kehendak bebas (Yes 14:12-14;  II Pet 2:4; Yud 6,9).
Sebutan-sebutan untuk malaikat: Penjaga (Dan 4:13-23; Yes 62:6), Tentara Allah (Mzm 33:6; 103:21, I Raj 22: 19; II Raj 6: 17; Dan 7:10, Neh 9:6),  Orang-orang Kudus (Ul 33:2; Za 14:5, Dan 8:13), Roh –roh yang melayani (Ibr 1:13-14; Mzm 103: 21), Api yang menyala (Mzm 104:4), Anak-anak Allah (Ayb 1:6; 2:1; 38:7), Bintang-bintang Fajar (Ayb 38:7, Yes 12:12-14),  Anak-anak yang berkuasa (Mzm 103:20; Ibr 12:22)
4.12. Penciptaan
Kejadian 1:1 menunjukkan bahwa alam semesta bukanlah dijadikan dari bahan apapun yang telah ada sebelumnya, melainkan dijadikan dari yang tidak ada menjadi ada. Hanya oleh karena firman ilahi.  Dalam arti bahwa keputusan penciptaan ilahi tidak didahului oleh suatu bahan apapun yang telah ada dari macam apapun juga.  Creatio Ex Nihilo memiliki makna teologis yang penting dalam penciptaan.
Kata pertama “ar;b;” sebagai kata benda mutlak yang artinya “pada mulanya, sejak semula” dan buka sebagai kata abstrak dari bahasa Ibrani.  Oleh karena itu Kejadian 1:1 mengikatkan diri-Nya pada permulaan dari segala sesuatu.  Kata “ar;b;” artinya “menciptakan.”  Kata ini menunjukkan bahwa Allah selalu menjadi subyek utama dari kata kerja ini dan tidak pernah disebut adanya bahan yang digunakan ketika Allah menciptakan sesuatu.  Kata dasar “rxy;” (yasar) yang artinya kata kerja yang digunakan untuk menunjuk seseorang tukang periuk pada waktu ia sedang membentuk sebuah periuk dari tanah liat (Yes 45:9). Dalam Yesaya 45:18 menjelaskan tentang perbedaan kata yang signifikan untuk membedakan kata “menciptakan” yaitu kata “rxy;” (yasar) artinya “membentuk,” kata “hc;[” (asah) artinya “menjadikan.”  Kedua kata ini menunjukkan kata kerja untuk melakukan sesuatu atau membuat sesuatu dengan bahan yang sudah ada.
Gagasan yang menolak tentang penciptaan.  Gagasan yang pertama adalah gagasan evolusi yang mengajarkan tentang apa yang disebut dengan makroevolusi artinya teori umum mengenai evolusi mengajarkan bahwa zat yang hidup berasal dari yang tidak hidup melalui proses pembangkitan spontan dan bahwa segala organisme telah dihasilkan dari substansi hidup ini selama suatu periode waktu yang panjang.  Kemudian teori Mikroevolusi yaitu teori khusus evolusi mengajarkan bahwa dalam satu spesies terjadi perubahan-perubahan dan bahwa diversifikasi ini kadangkala dapat menimbulkan pembentukan spesies atau variasi baru. 
4.13. Penebusan
Ciri penebusan hanya ada dalam kehidupan Israel dan kekristenan tidak ada dalam konsep agama lain. Agama Islam konsepnya hanya amal dan takdir, tidak ada penebusan.  Artinya tidak ada penyelesaian yang tuntas dari dosa yang ada. Hanya ada amal dengan mengimbangi terhadap dosa.  Dan dalam agama Budha penderitaan oleh keinginan (kehendak) maka berpikir baik dan mematikan kehendak.  Konsep untuk penyelesaian tidak ada akhirnya. Hanyalah reinkarnasi dan tidak ada jaminan untuk reinkarnasi dan penyelesaian dosa. Penebusan hanyalah inisiatif Allah dan Allah membuat gambaran syarat-syarat untuk dilakukan manusia.  Apakah dengan melakukan syarat-syarat tersebut Allah menebus. “tidak.”  Allah melakukan syarat penebusan itu kepada bangsa Israel untuk memahami konsep penebusan dari Allah kepada manusia. Faktor internal dan eksternal haruslah sejalan (sunat dan hati).  Penebusan adalah pertukaran yang minimal setara bahkan lebih (pembayaran lunas).  Penebusan oleh darah yang tidak bersalah terhadap yang bersalah.  Penebusan adalah substitusi atau pergantian melalui pemberian korban penebus salah atau korban keselamatan oleh imam dan pembawa korban.  Hal ini dilakukan dengan meletakkan tangan atas korban penebus salah sebagai tanda substitusi.
Peter Wongso menjelaskan kata “penebusan” dalam bahasa Ibrani yaitu:
            hL;aug]” (geullah, price or right of redemption: mengambil kembali dengan harga tebusan atau membeli kembali terhadap orang maupun barang (Im 25:24). Kata kedua adalah “tWdp]” (peduth: separation, redemption: mengandung arti memisahkan (Maz 111:9). memaparkan keselamatan dengan kasih sehingga melepaskan diri dari dosa). Kemudian kata “hd;p;” (padah: to free, redeem (Kel.13:13) dengan satu harga menjadikan bebas).  Kata “lag;” (gaal: to free by evenging of repaying: demi kebebasan maka membayar (Kej 48:16).  Sedangkan dalam bahasa Yunani “apolutrwsiς” (apolutrosis: a loosing away) dari kata “apo” (apo:selesai) dan “lutron” (lutron: uang tebusan).  Dengan uang menebus tawanan.  Dengan suatu tindakan menyerahkan uang tebusan yang cukup, sehingga menghasilkan penebusan.

Kata ‘Gahal’ yang berarti ‘menebus (menurut hukum persaudaraan negara Timur), menjadi keluarga dan semacam membeli kembali harta keluarga, menikahi jandanya dan lain-lain.  Diterjemahkan ‘menebus, ditebus, penebus saudara, membebaskan, membeli, penuntut darah, penebus (Kel 6:6; 15:13; Rut 3:13; Yer 31:11; Mzm 119:154; Im 25:33; Bil 35:12, 19-27; Yes 44:6, 26; Ayb 19:25; Hos 13:14; Kej 48:16).
Kata “Paddah” yang berarti ‘memotong, yakni menebus, membebaskan, memelihara, menyelamatkan, pembayaran (Im 27:27; Ul 9:26; 21:8; Mzm 78:42; Kel 13:13, 15; I Sam 14:45; Hos 13:14).  Kata “Pdooth” yang memiliki arti sama seperti Paddah.  Diterjemahkan ‘perbedaan, pembebasan, pembagian, menebus, penebusan (Kel 8:22; Mzm 111:9; 130:7; Yes 50:2). Sedangkan kata “Pahrak” yang berarti ‘memisahkan, membebaskan, menebus, membelah (dalam potongan-potongan) (Kej 27:40; Mzm 136:24; 7:2-3; I Raj 19:11).
Dalam Perjanjian Baru menggunakan kata “Lutreo” yang berarti ‘menebus, secara harfiah atau secara figurative.’ Diterjemahkan ‘membebaskan’ (Luk 24:21; Tit 2:14; I Ptr 1:18; Luk 1:68; 2:38; Ibr 9:12. Kata “Apolutrosis” yang berarti ‘tindakan menebus sepenuhnya; pembebasan atau khususnya keselamatan Kristen. Diterjemahkan “pembebasan, penebusan’ (Luk 21;28; Rm 3:24; 8:23; I Kor 1:30; Ef 1:7, 14; 4:30, Kol 1:14). Kemudian kata “agorazo” yang berarti ‘pergi ke pasar membeli.  Diterjemahkan ‘membeli, menebus (Mat 13:44, 46; I Kor 6:20; 7: 23; II Ptr 2:1) dan terakhir ‘exagorazo’ membeli, menyelamatkan dari kerugian, meningkatkan kesempatan. Diterjemahkan menebus (Gal 3:13; Ef 5:16; Kol 4:5).
Dalam Perjanjian Lama menunjukkan bahwa Tuhan dengan suatu harga telah menebus orang yang meninggalkan Dia serta menyembah patung berhala dengan bangsa yang berbuat dosa supaya kembali menjadi miliknya.   Penebusan adalah karya Allah bagi umat-Nya yang telah hidup dalam dosa.  Penebusan berarti membebaskan atau menebus seseorang pengganti.  Allah telah mengantikannya dengan menebus serta menghapus pelanggaran orang tersebut.  Dalam Perjanjian Lama biasanya dilakukan persembahan korban penghapusan dosa dengan seekor domba sembelihan sebagai ganti orang yang berdosa tersebut dihadapan Tuhan.  Imamlah yang membawa korban tersebut di hadapan Tuhan sebagai perantara kepada orang yang memberikan korban penghapusan dosa tersebut.
Kata ‘penebusan’ dalam definisi yang paling sederhana berarti ‘membeli kembali, membeli dengan harga dari tempat penjualan.” Kata ini menunjukkan pada ‘tindakan membawa kembali dari perbudakan, tawanan atau kematian oleh harga penghakiman. 
Penebusan adalah karya Allah bagi umat-Nya karena manusia tidak dapat menebus dirinya sendiri karena dosa dan pelanggarannya. Dalam pemberian korban kepada Allah, salah satu korban disebut “korban penebus salah.”  Rowley mengutip pandangan Ronald de Vaux  menyebut, ”Korban penebus salah itu sebagai korban pelunasan dan Snaith mengusulkan istilah persembahan kompensasi. 
Kata ‘penggantian’ berarti ‘meletakkan di tempat yang lain, atau demi yang lain, atau menukar atau mengganti.’  Kata Latin “mengganti” digunakan sebagai kata militer, di mana seseorang ditugaskan untuk melayani di dalam ruang yang lain; atau seseorang yang dilegasikan oleh hukum untuk bertindak demi yang lain.  Padanan kata yang lain yang berarti ‘ditugaskan, bertindak, atau menderita bagi orang lain, digantikan.”
4.14. Perjanjian Tuhan
Istilah tyriB]” ( berith) acapkali digunakan dalam hubungan dengan “ds{{,t,    (chesed: kasih setia, kesetiaan), kasih yang memeliharakan perjanjian itu.” Perjanjian dinyatakan dengan istilah “berith” dan pembuatan perjanjian dengan “karat berith”(memotong perjanjian). Hal ini diwujudkan melalui korban (Kej 15) untuk motivasi atau bukti, tanda dari sebuah ikatan perjanjian.   Dalam bahasa Yunani menggunakan kata “diathkh” (diateke) yang artinya “perjanjian”  Dalam bahasa Yunani juga menggunakan kata “sunqhkh” (suntheke)berasal dari dua kata yaitu “sun” (sun) artinya bersama-sama dan “diathkh“(diatheke) artinya “perjanjian.”  Artinya bahwa perjanjian yang dibuat dengan kesepakatan bersama dan memiliki tingkatan (level) yang sama.
            Merilyn Hickey memberi pengertian “perjanjian yaitu “memotong”   Perjanjian menunjukkan suatu persetujuan ikatan perjanjian antara kedua belah pihak. Pemahaman akan perjanjian tidak bisa dianggap sebagai persetujuan yang mudah untuk dilanggar atau diingkari, tetapi perjanjian adalah hal yang sangat serius di antara kedua belah pihak yang telah mengikat perjanjian tersebut.
            Perjanjian Allah bagi bangsa Israel adalah perjanjian yang disetujui dengan kesepakatan bersama beserta hak dan kewajiban dari kedua belah pihak.  Allah telah berjanji berarti bahwa Allah telah mengikatkan diri-Nya kepada umat-Nya dengan janji-janji yang telah dinyatakan untuk menggenapinya. Kata “perjanjian” sering menunjukkan bagaimana Allah mengikat diri-Nya kepada umat-Nya dengan maksud untuk menjalin hubungan yang erat secara khusus.      

            Herbert Wolf menjelaskan bahwa “Suatu perjanjian adalah persetujuan dengan sumpah antara dua pihak yang tidak memiliki pertalian darah.” Perjanjian Allah dengan umat-Nya adalah perjanjian secara khusus yang didasari atas kasih karunia untuk menjalin suatu hubungan yang erat melalui pengenalan akan Allah dengan sungguh-sungguh.  Persetujuan kedua belah pihak membutuhkan kesepakatan melalui ikatan dari perjanjian tersebut.
            Kata “perjanjian” merupakan istilah yang kaya akan makna dan isi pengalaman religius Israel. Pengalaman religius dari perjanjian Allah kepada Israel ditinjau dari hubungan Israel dengan Allah. Hal ini menunjukkan bahwa dalam perjanjian Allah dengan umat-Nya membutuhkan iman dan ketaatan kepada isi perjanjian tersebut. 
            Darmawijaya menjelaskan makna dari kata “tyriB]sebagai berikut:

            Pertama, mereka merasa diikat dalam ikatan kasih Ilahi yang tidak akan rusak dengan Allah mereka. Kedua, Allah telah menyampaikan perjanjian-Nya itu dalam kerahiman yang tidak ada batasnya bagi bangsa yang dipilih-Nya. Ketiga, Allah telah menyampaikan peraturan-peraturan bagi bangsa yang dipilih-Nya itu agar mereka bisa berkembang dalam kehidupan sehari-hari berkat bimbingan Allah. Keempat, umat diharapkan menjawab kasih Allah itu dalam hormat, ibadat, kesetiaan, ketaatan. kelima, mereka itu ditandai oleh tanda perjanjian yakni sunat.

            Perjanjian Allah dengan Israel menumbuhkan persatuan dalam umat itu sendiri. Perjanjian yang didasari oleh kasih memberikan kesatuan bukan secara jasmani (keturunan) melainkan persatuan dalam kehidupan rohani dari bangsa Israel. Umat itu dipersatukan dalam iman kepada Allah. Perjanjian dengan Allah memberikan kehidupan yang baru bagi bangsa Israel baik secara kehidupan rohani maupun kehidupan sosial masyarakat bahkan pemerintahan.
            Kata “perjanjian”digunakan pengantara kepada pewahyuan Tuhan atas diri-Nya sendiri di dalam janji untuk menyatakan diri kepada manusia. Dengan demikian  Janji Tuhan kepada Nuh setelah air bah disebut suatu perjanjian ( Kej 9). Gereja mempunyai suatu warisan dari perjanjian Tuhan dengan Abraham ( Kej 17), tentang perjanjian para imam ( Bil 25:12), dan tentang perjanjian Sinai ( Kel 34:27). Perjanjian Tuhan ditetapkan dengan suatu sumpah kepada kedua belah pihak ( Ul. 4:9), melalui suatu tanda ( Kej. 9:17). Perjanjian Tuhan tersebut berisi secara keseluruhan di dalam anugerah-Nya kepada umat-Nya untuk memberkati dan menggenapi perjanjian-Nya ( Yes 59:21).
            Perjanjian Tuhan dengan umat-Nya menunjukkan Allah telah menyatakan diri-Nya kepada umat-Nya melalui perjanjian. Allah terlibat sepenuhnya dalam kehidupan bangsa Israel sebagai Allah yang hadir di tengah-tengah mereka.  Kehadiran Allah dalam kehidupan bangsa Israel membawa umat itu kepada rencana-Nya untuk menjadi milik pusaka-Nya sendiri. Namun Allah mengharapkan bangsa itu untuk meresponi dengan jawaban dan tanggung jawab melalui ketaatan terhadap perjanjian tersebut.  Allah menyatakan diri dalam perjanjian itu sebagai Allah pribadi dan terlibat secara langsung dalam kehidupan umat-Nya. Di dalam perjanjian tersebut Allah mengikat diri-Nya sendiri kepada umat-Nya sebagai Allah yang berinisiatif terhadap perjanjian tersebut.
            Merrill F. Unger mengatakan, “Of a covenant between God and man. As men not in the position of an independent covenanting party, such a covenant is not strictly a mutual compact, but a promise on the part of God to arrange his providences for the welfare of those who  should render him obedience.”  (Tentang suatu perjanjian antara Tuhan dan manusia. Manusia tidak memiliki posisi yang  mandiri dari suatu perjanjian, persetujuan, perjanjian seperti itu tidaklah suatu yang  timbal balik, tetapi suatu perjanjian dari pihak Tuhan dalam rancangan pemeliharaan-Nya untuk kesejahteraan yang memiliki ketaatan-Nya).
            Perjanjian adalah inisiatif Allah untuk menunjukkan pemeliharaan-Nya bagi umat-Nya. Allah yang lebih dominan atau yang memegang peranan yang utama dari sebuah perjanjian kepada umat-Nya.  Umat-Nya hanya menunjukkan ketaatan atas perjanjian itu sebagai respon melalui hubungan dan pengenalan akan Allah.   
4.15. Pemeliharaan Allah
Kata “pemeliharaan” dalam bahasa Ibrani adalah “rmc;” (syamar) yang artinya ‘memelihara, menjaga, memperhatikan, menyimpan dan memegang.”   Providensia atau pemeliharaan Allah bagi bangsa Israel selalu menjadi pola hidup bangsa Israel. Artinya bangsa Israel menjadi suatu bangsa yang besar adalah karena Allah hadir di tengah-tengah mereka sebagai Allah yang memelihara.  Pemeliharaan Allah memang tidak selalu ditunjukkan melalui tanda-tanda yang ajaib atau mujizat, melainkan kehadiran Allah di tengah-tengah mereka yang memelihara kehidupan bangsa Israel.  Sejarah Israel membuktikan bahwa tanpa Allah yang memelihara mereka, maka bangsa Israel sudah tidak akan ada lagi dan akan hilang dalam sejarah. Israel sebagai umat pilihan Allah membuktikan bahwa Allah yang berkuasa penuh atas bangsa Israel. Banyak kejadian-kejadian dalam Alkitab yang menunjukkan bangsa Israel di antara bangsa-bangsa menjadi musuh dari bangsa yang besar, namun atas pemeliharaan Allah bangsa Israel mendapatkan kemenangan yang luar biasa.
            Dyrness mengutip pandangan Eichrodt yang mengatakan, “Yang mengesankan Israel bukanlah kejadian-kejadian yang luar biasa melainkan kesan nyata pemeliharaan Allah atau penghukuman yang adil melalui kejadian-kejadian.” Khususnya dalam kitab Keluaran menjelaskan bagaimana Allah memelihara hidup bangsa Israel ketika ada di Mesir sebagai budak.  Keberadaan bangsa Israel di Mesir sudah mengalami perbudakan yang kejam oleh Mesir dan Allah memperhatikan keadaan mereka di sana.
            Keluaran 2: 23-25 berkata: “Lama sesudah itu matilah raja Mesir. tetapi orang Israel masih mengeluh karena perbudakan, sehingga teriak mereka minta tolong karena perbudakan itu sampai kepada Allah. Allah mendengar mereka mengerang lalu Ia mengingat kepada perjanjian-Nya denga Abraham, Ishak dan Yakub, maka Allah melihat orang Israel itu, dan Allah memperhatikan mereka.   

            Allah mendengar dan mengingat, melihat dan memperhatikan merupakan bukti pemeliharaan Allah kepada bangsa Israel ketika ada di tanah perbudakan. Penulis akan menjelaskan keempat kata ini untuk menunjukkan bagaimana Allah memelihara bangsa Israel sebagai bukti kasih dan perjanjian-Nya. Kata “mendengar” dalam bahasa Ibrani adalah “[mv;” (sama: dia mendengarkan).
            Wilson menjelaskan kata “mendengar” dari beberapa bahasa Ibrani:

               za;” (azan: to give ear, to hearken, to attend: when this word is joined with “[mv;”), ear audience), kemudian kata “hn;[;” (anah: to hear, to answer prayer, use particularly of God) dan juga kata “bvq;” (kasab: to dispose to ear or mind to ready, earnest, serius enttention), serta kata “[mv;” (sama: to hear, to listen, to give heed, obey. hearken or diligently, surely, certainly, attentively, indeed). (memberi telinga, untuk mendengarkan, untuk menghadiri: ketika kata ini dihubungkan dengan "[mv;"), telinga pendengar), kata kemudian " hn;[;" ( anah: mendengar, untuk menjawab doa, penggunaan utama untuk Tuhan) Dan juga Kata " Bvq;" ( Kasab: menempatkan telinga atau siap mendengarkan, dengan sungguh-sungguh), serta kata "[mv;"
            (sama: untuk mendengar, untuk mendengarkan, untuk memberi perhatian, mematuhi, ketaatan. mendengarkan atau dengan rajin, sungguh pasti, dengan penuh perhatian)
           
            Wilson menjelaskan tentang bagaimana Allah memiliki keinginan yang sangat besar kepada bangsa Israel sebagai umat pilihan Allah untuk memelihara kehidupan mereka. Allah mendengar dengan memberi telinga-Nya untuk menunjukkan kehadiran Allah di tengah-tengah mereka atas segala permohonan dan permintaan bangsa Israel.  Allah mendengar dengar dengan sungguh-sungguh dan telinga-Nya disendengkan kepada seruan minta tolong dari bangsa Israel. Ketika Tuhan mendengar seruan melalui doa dan permohonan, maka Allah dengan segala janji dan berkat pertolongan-Nya akan diberikan dengan kepastian.  Allah mendengar dengan mengetahui dengan pasti apa yang menjadi kebutuhan bangsa Irael dalam setiap kehidupannya.  Pendengaran Tuhan sungguh peka dan tidak akan salah dalam mendengar setiap permohonan umat-Nya. Allah hadir untuk mendengar yang disertai dengan tindakan Allah yang luar biasa melalui jawaban doa dari bangsa Israel.
            Kata  “mengingat” dalam bahasa Ibrani “rkz;” (zakar:dia mengingat).  Wilson mengartikan kata ini dengan “to remember, to recollect, to call to mind; it also respect to future.”  (untuk mengingat, untuk mengingat kembali, untuk mengingat lagi; itu juga untuk menghormati, mengacu ke masa depan).  Allah mengingat segala perjanjian-Nya kepada bangsa Israel dan tidak pernah melupakan apa yang telah Ia janjikan.  Janji-janji-Nya merupakan kepastian bagi umat-Nya karena Allah selau menggenapi apa yang telah Ia janjikan.
            Allah mengingat perjanjian-Nya adalah untuk menjelaskan kembali apa yang telah Tuhan janjikan kepada umat-Nya untuk membawa umat-Nya kepada masa depan dan pengharapan yang pasti.  Allah selalu mengingat apa yang telah dijanjikan-Nya kepada nenek moyang bangsa Israel yaitu Abraham, Ishak dan Yakub sebagai Bapak leluhur bangsa Israel.  Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub merupakan sebutan atau panggilan bangsa Israel kepada Allah untuk mengingat segala perjanjian Tuhan kepada mereka.  Hal ini menunjukkan bahwa Allah selalu mengingat janji-janji-Nya kepada bangsa Israel sebagai bukti kehadiran dan keterlibatan Allah dalam sejarah kehidupan bangsa Israel. Allah mengingat perjanjian-Nya untuk suatu masa depan kepada bangsa Israel dan menjadi bangsa yang besar.  Allah mengingat kembali perjanjian-Nya bukan berarti bahwa Allah pernah lupa akan janji-Nya, melainkan untuk menunjukkan kepada umat-Nya bahwa Allah tidak pernah lupa dan selalu hadir dalam kehidupan mereka.  Bangsa Israellah yang sering melupakan janji Allah sehingga Allah menunjukkan dan mengingatkan bangsa Israel kepada perjanjian-Nya melalui teguran dan penghukuman yang adil.  
            Untuk menunjukkan pemeliharaan Allah kepada bangsa Israel penulis menjelaskan kata “melihat” dalam bahasa Ibrani “ha;r;” (raah: melihat).  Kata ini memiliki pengertian yang lebih dalam yaitu “to see, to look, as an act of the sense. To see God sometimes of the actual, vision of the devine presence, to see in vision.”  (Untuk melihat, memperhatikan,  sebagai suatu tindakan perasaan, pengertian. Kadang-kadang untuk melihat Allah yang nyata, visi dari kehadiran Tuhan, untuk melihat visi).
            Allah “melihat” memiliki makna yang dalam yaitu menunjukkan keterlibatan Allah dalam bentuk perhatian dengan mata yang tertuju kepada umat-Nya.  Hal ini menjelaskan bahwa Tuhan melihat dan memperhatikan dengan sungguh-sungguh yang dinyatakan melalui tindakan kepeduliaan-Nya kepada bangsa Israel. Mata Tuhan tertuju kepada orang-orang yang percaya kepada Allah.  Bangsa Israel sebagai umat perjanjian mendapatkan perhatian Allah dengan melihat segala keberadaan bangsa Israel dengan mata yang tertuju.  Alkitab versi bahasa Batak menjelaskan “mata Tuhan tertuju” yaitu “nol-nolma mata ni Jahoba.”  Maksud dari perkataan ini adalah Tuhan melihat dengan jelas dan tidak pernah salah dalam melihat, melihat dengan sungguh-sungguh melalui mata yang terbuka lebar untuk melihat dengan jelas.
            Kata “melihat” menunjukkan perhatian yang Tuhan kepada bangsa Israel dan tidak pernah memalingkan wajah-Nya kepada bangsa Israel.  Ketika mata Tuhan tertuju dan melihat dengan jelas juga memberi makna bahwa Allah hendak membawa bangsa Israel kepada suatu visi yang besar melalui penggenapan janji-janji Allah yaitu menjadikan mereka bangsa yang besar dan diberkati Tuhan.  Visi adalah melihat jauh ke depan apa yang hendak terjadi pada masa yang akan datang. Ketika Allah melihat keberadaan bangsa Israel di tanah perbudakan, Allah memiliki visi yang besar kepada bangsa Israel dengan menyelamtakan dan membebaskan mereka serta menjadikannya menjadi bangsa yang besar.     
            Kata “memperhatikan” dalam bahasa “myhiloa, [dYew” (wayeda elohim: Allah mengetahui). Dalam Alkitab Terjemahan Baru menerjemahkan kata ini “memperhatikan,”  namun dalam teks asli menerjemahkan “Allah mengetahui.”  Hal ini menunjukkan adanya perbedaan dalam menerjemahkan.
            Wilson menjelaskan makna kata “[dy; 

            Yada: to perceive,to be sensible of,by sight, by touch, to come to the knowledge of, be seeing, by hearing, and by experience: in this sence, it has an especial reference to threatenings and judgments. To know, as that which was not before know. To know to be acquainted with. To know, to understand, to know how. Absolutely, to know, to be wise.  (memperhatikan,  menjadilah sadar akan, oleh penglihatan, oleh sentuhan, mengetahui, melihat, dengan tatap muka, dan oleh pengalaman: dalam pengertian ini mempunyai suatu acuan teristimewa kepada ancaman dan keadilan. Untuk mengetahui, seperti yang tadinya tidak diketahui sebelumnya. Untuk mengetahui menjadi saling mengenal dengan. Untuk mengetahui, untuk memahami, untuk mengetahui bagaimana. Sesungguhnya , untuk mengetahui, untuk menjadi bijaksana).

                Allah memperhatikan dengan mengetahui dengan jelas segala apa yang diperlukan oleh bangsa Israel. Allah mengetahui untuk pengenalan kepada kepada bangsa Israel melalui kehadiran:sentuhan dan pengalaman hidup bersama bangsa Israel.  Kehadiran Allah dengan bentuk pengetahuan dan perhatian Allah menunjukkan kekuasaan-Nya untuk membebaskan bangsa Israel dari tanah perbudakan. Bukti pemeliharaan Allah adalah memberikan pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka (Kel. 13:21).
            Allah berjalan di depan mereka dengan tiang awan dan tiang api untuk menuntun dan menyertai bangsa Israel di Padang Gurun hingga sampai ke Tanah Perjanjian.  Allah memberikan tiang awan dan tiang api adalah bukti kehadiran Allah di tengah-tengah mereka sehingga bangsa Israel tidak mengalami ketakutan terhadap musuh dan perjalanan di Padang Gurun. Pembebasan bangsa Israel dari tanah perbudakan adalah mujizat pertolongan dari tangan Tuhan yang kuat hingga sampai ke Tanah Kanaan sebagai bangsa yang bebas dan bangsa yang besar.
            Schultz mengatakan, “Mujizat pelepasan ini berulang-ulang diikuti dengan kejadian-kejadian yang menyatakan campur tangan dan persediaan Allah bagi keselamatan dan pemeliharaan Israel.”   Perjalanan bangsa Israel keluar dari tanah Mesir bukan karena kekuatan tangan atau kemampuan bangsa Israel secara kekuasaan politik namun oleh karena tangan Tuhan.  Allah yang membebaskan mereka dari tanah perbudakan dengan tanda-tanda mujizat menyertai perjalanan bangsa Israel selama empat puluh  tahun. Perjalanan bangsa Israel selama empat puluh tahun adalah perjalanan yang panjang, namun Allah dengan kuasa dan kasih-Nya membawa mereka kepada masa depan di bawah kontrol Allah yang hadir di tengah-tengah mereka.  
4.16. Pemilihan Allah
Bruce Milne mengatakan, “pemilihan adalah karya anugerah Allah yang memilih individu-individu serta kelompok-kelompok untuk suatu rencana atau tujuan sesuai dengan kehendak-Nya.  H. Venema mengatakan, “Allah sendiri yang mengadakan perjanjian dengan memilih umat-Nya menurut kerelaan kehendak-Nya.  Tidak ada satu bangsa atau orangpun yang boleh mengklaim Allah untuk dirinya sendiri saja.  Bukan manusia yang memilih Allah melainkan Allah yang memilih manusia.
Allah yang memberikan diri-Nya sendiri bagi bangsa Israel dan menjadikan mereka  umat pilihan-Nya  yang menyembah dan beribadah serta menjadi berkat bagi bangsa-bangsa.
Allah menjadikan mereka umat kesayangan bukan karena kelebihannya dari bangsa-bangsa lain tetapi kasih karunia.  Keluarnya bangsa Israel dari Mesir adalah bukti yang nyata bahwa Allah mengasihi bangsa itu dengan membawa mereka keluar untuk mendapatkan keselamatan dari Allah. Bangsa Israel keluar bukan dengan kemampuan bangsa Israel karena mereka adalah budak di Mesir yang tidak memiliki apa-apa tetapi atas perbuatan tangan Tuhan yang kuat.   Tuhan melakukan segala perbuatan ajaib untuk membebaskan bangsa itu dari Mesir dan mengikat perjanjian dengan bangsa Israel untuk menjadi bangsa yang besar.
Allah memilih bangsa Israel bukan karena mereka lebih unggul dari bangsa-bangsa lain melainkan karena anugerah Allah.  Anugerah Allah diterima oleh Abraham dan Allah mengikat perjanjian dengan dia yang kemudian menjadi berkat perjanjian kepada generasi berikutnya.  Nenek moyang bangsa Israel telah menerima anugerah Allah yang besar dan diwariskan kepada mereka.
            John Benton mengatakan “Pilihan (election), memilih (to elect) berarti menentukan pilihan. “Ini menunjuk pada karya Anugerah Allah yang melaluinya Ia memilih individu-individu dan kelompok-kelompok tertentu untuk suatu tujuan sehubungan dengan kehendak-Nya.”  Allah memilih bangsa Israel dengan mengingat perjanjian-Nya kepada para Bapak Leluhur mereka melalui kasih Allah yang besar.  Karya Allah dalam pemilihan bangsa Israel adalah rencana-Nya untuk membawa bangsa Israel ke tanah perjanjian sebagai suatu bangsa yang dikhususkan bagi Allah dan menyembah-Nya.
Ketika Allah memilih bangsa Israel dan menjadikan mereka menjadi satu bangsa yang memiliki identitas diri kepada bangsa-bangsa lain sekitarnya.  Proses pemilihan ini menunjukkan bahwa Allah mengangkat derajat bangsa Israel dari mental budak menjadi satu bangsa yang besar di mata bangsa-bangsa lain.  Bangsa Israel menjadi bangsa yang disegani dan ditakuti karena Allah yang telah memilih dan mengangkat mereka.  Bangsa-bangsa lain tidak mampu menghadapi bangsa Israel karena Allah yang berperang atas mereka dengan tangan Tuhan yang kuat.
Thiessen mendefinisikan pilihan dengan mengatakan “Yang kami maksudkan dengan pilihan adalah tindakan berdaulat kasih karunia Allah di mana Dia memilih Yesus Kristus bagi keselamatan semua orang yang Dia ketahui sebelumnya akan menerima Dia.   Kata Ibrani “Bakhar” berarti ‘memilih’, orang yang dipilih (II Sam 21:6; Mzm 89:3; 105:6).  Dalam bahasa Yunani “elektos” yang berarti “diambil, dipilih oleh Allah.” (I Ptr 2:4, 9; Why 17:14; Rm 8:33; Kol 3:12; Tit 1:1). Kata Yunani untuk ‘pilihan’ adalah “eklege” yang berarti ‘pemilihan, pilihan, tindakan mengambil, orang yang dipilih.” (Rm 9:11; 11:5, 7, 28; II Ptr 1:10; Kis 9:15).  Jadi kata tersebut secara sederhana berarti ‘pilihan, dipilih, diambil.”
4.17. Teokrasi
Manton memberi pengertian “Theokrasi” berasal dari bahasa Yunani “θeoς:” “Allah” dan “kratoς:” “memerintah.”  Pemerintahan Allah; Suatu bangsa di bawah pemerintahan Allah, seperti dahulu Israel.”  Allah memiliki kekuasaan penuh atas bangsa Israel karena mereka adalah milik kepunyaan Allah sendiri sebagai umat-Nya.  Allah mengingini bahwa Ia yang menjadi Raja atas mereka yang memerintah dengan keadilan dan kebenaran serta membela hak-hak orang-orang yang lemah. 
            Pemerintahan Allah atas bangsa Israel adalah pemerintahan yang berdasarkan kehendak Allah dalam segala hal baik dalam pemerintahan, agama dan sistem sosial yang ada di masyarakat Israel.   Ketiga bagian ini harus sesuai dengan firman Tuhan sehingga Allah berkenan untuk bangsa Israel dan memberkatinya.   Allah memerintah bukan dengan tangan besi tetapi oleh kasih setia dan belas kasihan seperti seorang gembala terhadap domba-dombanya.  Allah hendak membangun dan memberkati seluruh hidup bangsa Israel apabila mereka hidup dalam kebenaran Allah.  Ekonomi dan sosial serta agama harus seimbang dalam kehidupan bangsa Israel sehingga Allah berkenan dan memberkati mereka.
            Jenis pemerintahan ini tidak mempunyai persamaan dengan pemerintahan apapun, karena pemerintahan ini diatur oleh penyataan Allah (Kel 19:5-6).  Keunikan dalam pemerintahan ini adalah pemerintahan Allah atas suatu bangsa yang harus kudus sebagai kerajaan imamat. 
2.18. Teofani (Kel 3:1-22)
            Kata ini berasal dari dari dua kata “theos” yang berarti “Allah” dan “phaneroo” yang berarti “penampakan.”   Teofani secara sederhana adalah penampakan Allah dan lebih khususnya dalam Perjanjian Lama, teofani adalah suatu penampakan dari Anak Allah sebelum inkarnasi-Nya.  Teofani adalah manifestasi sementara dalam wujud manusia.  Teofani juga disebut sebagai Kristofani, penampakan-penampakan perjanjian Lama dari Kristus pra-inkarnasi. (Kej 2:16; 3:15; Kej 5:24; kej 6:9; Kej 12:1; 22:11-15; Kej 16:7-11; 21:17; Kej 24:7, 40; Kej 31:11; 32: 24-32; Hos 12:12:3-5).
            Dyrness mengatakan “Allah tidak menyatakan diri-Nya dalam gagasan saja, tetapi di dalam dan melalui kejadian-kejadian yang diartikan-Nya dengan perantaraan para nabi-Nya.  Allah menyatakan pribadi-Nya dalam setiap peristiwa histories yang menyertai bangsa Israel, bahkan Allah menyatakan diri-Nya sehingga dapat merasakan kehadiran-Nya.  Manton mengatakan bahwa “Penampakan-penampakan
Sebelum bangsa Israel keluar dari tanah perbudakan yaitu Mesir, Allah melihat segala penderitaan yang dialami bangsa Israel melalui perbudakan yang kejam.  Perbudakan yang kejam yang dialami bangsa Israel semenjak meninggalnya Yusuf sebagai penguasa di Mesir sehingga tidak ada lagi yang membela dan memperjuangkan kehidupan bangsa Israel di Mesir.  Dengan demikian bangsa Israel mengingat kembali kepada Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub yang merupakan Allah yang memberkati dan memelihara hidup nenek moyangnya.  Bangsa Israel berseru kepada Allah dengan teriak minta tolong dan Allah mendengarkan mereka.  Setelah itu Allah dengan segala belas kasihan dan anugerah-Nya menyatakan diri dan hadir di tengah-tengah mereka untuk membebaskan serta menyelamatkan mereka dari tangan Mesir.
            Blommendaal mengatakan,:
            Allah menyatakan nama-Nya kepada Musa: “Aku adalah Aku” (Yahweh) sulit untuk mengetahui dari mana nama itu diambil alih.  Menurut kitab keluaran nama Yahweh (YHWH) berasal dari kata kerja “hy;h;  (hayah) yang berarti “ada.”  Allah memperkenalkan dirinya dengan kata-kata “hy,h]a, rv,a} hy,h]a,” : (ehyeh asyer ehyeh) yang berarti “Aku adalah Aku.”  Kata kerja “hy;h;” (hayah) tidak saja berarti “ada” tetapi juga “berada” atau “hadir secara aktif.”  Dengan demikian Allah menyatakan diri-Nya kepada Musa bahwa Dia adalah Allah yang hadir dan yang menyertai Musa.

            Teofani menjelaskan bahwa Allah yang aktif untuk dan atas inisiatif Allah sendiri yang hendak menyatakan diri kepada umat-Nya.  Allah telah melihat segala keberadaan bangsa Israel di Mesir yang telah mengalami penderitaan yang sangat menyakitkan mereka sehingga melalui kasih dan kemurahan-Nya menyatakan diri kepada umat-Nya dengan kehadiran-Nya.  Kehadiran-Nya ditunjukkan melalui keterlibatan Allah atas segala penderitaan bangsa Israel di Mesir. 
            Allah menyatakan diri kepada Musa sebagai pemimpin yang dipilih Allah untuk membebaskan umat-Nya keluar dari Mesir menunjukkan bahwa diri Allah sendiri yang menyatakan-Nya kepada Musa.  Artinya bahwa bukan karena Musa yang memanggil Allah tetapi Allah yang memanggilnya untuk mencapai rencana Allah bagi umat-Nya.  Hal ini menunjukkan bahwa dengan tangan Tuhan yang kuatlah yang akan membebaskan bangsa Israel dari tanah perbudakan. Allah menyatakan diri-Nya dengan keajaiban (mujizat) ketika Musa sedang menggembalakan domba melalui semak yang menyala namun tidak terbakar        (Kel. 3:2).
            Penyataan diri Allah pertama kepada Musa yang ditunjukkan kemudian kepada bangsa Israel melalui perbuatan-Nya yang ajaib.  Sejak awal penyataan diri Allah Musa bertanya kepada Allah “apakah yang harus kujawab kepada mereka” (Kel. 3:13) lalu Tuhan menjawab “Tuhan, Allah nenek moyangmu, Allah Abraham. Allah Ishak dan Allah Yakub” (Kel 3:15).  Allah kembali mengingat perjanjian-Nya kepada bangsa Israel seperti apa yang telah dijanjikan kepada nenek moyang mereka.
            Charles Ryrie mengatakan “teofani bisa dikaitkan dengan munculnya Malaikat Tuhan yang menyampaikan pesan ilahi kepada manusia. Dan tujuan teofani Andrew Hill mengatakan “Teofani dimaksudkan di satu pihak untuk membangkitkan kepercayaan kepada hikmat Allah dan Firman Tuhan.” Hakekat dari teofani adalah kehadiran Allah yang aktif dan tindakan dinamis dalam kehidupan umat-Nya.   

KESATUAN PERJANJIAN LAMA DAN PERJANJIAN BARU



1. Pandangan-Pandangan
a. Rudolf Bultmann
            Bultmann mengatakan “Sejarah Perjanjian Lama merupakan sejarah kegagalan. Bultmann memandang Perjanjian Lama sebagai suatu kegagalan sejarah dan hanya karena kegagalan inilah Perjanjian  Lama berubah menjadi semacam janji. Bagi iman Kristen Perjanjian Lama tidaklah lagi merupakan penyataan sebagaimana halnya bagi orang Yahudi hingga kini.  Bagi orang Kristen sejarah Israel bukanlah sejarah penyataan.  Bultman menyokong pandangan tentang tidak adanya hubungan teologis samasekali antara Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru.  Hubungan antara kedua perjanjian samasekali tidak relevan secara teologis. Kegagalan kepemimpinan Allah dan umat-Nya menjadi dasar keadaan manusia yang dibenarkan timbul hanya berdasarkan kegagalan ini.
b. Walter Zimmerli
            Mengatakan telah dengan tepat menanyakan apakah Perjanjian Baru “harapan-harapan dan sejarah Israel benar-benar hanya simpang siur. Tidakkah dalam Perjanjian Baru ada penggenapan.
 c. W. Pannerberg
W. Pannerberg mencatat sebabnya Bultmann tidak menemukan hubungan antara kedua perjanjian itu “pasti berkaitan dengan kenyataan bahwa Bultmann tidak memulai dengan janji-janji serta struktur janji-janji tersebut yang bagi Israel merupakan landasan sejarah… janji-janji yang justru bertahan dalam perubahan.
d. Baumgartel
Baumgartel melihat makna Perjanjian Lama hanya dalam hal “sejarah kehancuran keselamatan” yang mengecewakan di dalamnya menunjukkan cara manusia yang hidup di bawah Hukum Taurat.  Dengan demikian Perjanjian Lama merupakan kesaksian yang berasal dari agama bukan Kristen.  Hubungan Yesus Kristus dengan sejarah tidak berlandaskan pada Perjanjian Lama.
e. Wilhelm Vischer
Wilhelm Vischer menginginkan agar eksegesa Perjanjian  Lama didominasi oleh Perjanjian Baru sehingga dengan demikian Perjanjian lama menjadi sangat penting.  Tegasnya hanya Perjanjian Lama yang merupakan “Alkitab” sedangkan Perjanjian Baru membawa kabar baik yang kini merupakan isi Alkitab yaitu makna seluruh perkataaannya, Tuhanlah dan yang menggenapinya kini telah muncul secara jasmani.
f.       A.A. van Ruler
A.A. van Ruler menjelaskan bahwa Perjanjian Lama adalah dan tetap merupakan Alkitab yang tulen. Perjanjian Baru menafsirkan Perjanjian Lama dan juga Perjanjian Lama menafsirkan Perjanjian Baru. Perjanjian Lama merupakan Alkitab yang sebenarnya dan hakiki dengan Perjanjian Baru sebagai sambungannya.
g.      Marcion menegaskan menolak Perjanjian Lama dari kanon gereja.




SOLUSI dan KESIMPULAN

            Meninjau dari pemasalah hubungan antara Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru, maka ditemukan adanya kontinuitas dan diskontinuitas antara Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru. Sifat rumit dari hubungan timbal balik antara kedua perjanjian memerlukan suatu pendekatan multipleks.  Tidak ada kategori, atau konsepsi atau skema tunggal yang dapat diharapkan sanggup mengurangi keanekaragaman hubungan timbal balik tersebut. Yaitu pola hubungan histories dan teologis antara kedua perjanjian tersebut yaitu:
1.      Sebuah ciri umum dari kedua Perjanjian ialah sejarah yang berkesinambungan dari umat Allah dan gambaran tentang perbuatan-perbuatan  Allah bagi umat manusia
2.      Penekanan baru telah diberikan pada hubungan antara kedua Perjanjian berdasarkan kutipan-kutipan Alkitab.
3.      Di antara hubungan-hubungan timbal balik di antara kedua Perjanjian nampak pemakaian istilah-istilah pokok teologis.
4.      Hubungan timbal balik antara kedua Perjanjian juga nyata dalam kesatuan hakiki dari tema-tema utama.  Setiap tema utama dalam Perjanjian Lama memiliki hal yang ada persamaannya dalam Perjanjian Baru dan dengan cara tertentu dilanjutkan dan diselesaikan di situ.
5.      Suatu pemakaian tipologi yang berhati-hati dan teliti sangat diperlukan bagi suatu metodologi yang memadai yang berusaha menyelesaikan konteks sejarah Perjanjian Lama dan hubungannya dengan Perjanjian Baru.
6.      Kategori janji/ nubuat dan penggenapan menjelaskan suatu aspek lain dari hubungan timbal balik antara kedua Perjanjian.
7.      Konsepsi sejarah keselamatan yang mengaitkan kedua Perjanjian menjadi satu.  


Posting Komentar untuk "TEOLOGI PERJANJIAN BARU "DIKTAT""