kenosis (Filipi 2:7)
KENOSIS
Hasil laporan
ini diserahkan kepada
Sekolah Tinggi
Teologi “INTHEOS” Surakarta
sebagai syarat
memenuhi mata kuliah
Dogmatika 1
Oleh:
Natanael Apriyanto Tarigan
Imanuel Urampe
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI “INTHEOS”
SURAKARTA
2014
KENOSIS
Ada satu
pertanyaan yang menjadi bahan perbincangan kami, yaitu:
Kalau Yesus tetap Allah kenapa Ia bisa tidur, lapar,
marah, menangis, mati dan sebagainya? Kunci jawabannya terdapat dalam Filipi
2:7.
“7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya
sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia”
Nats tersebut berarti bahwa Allah telah menghampakan atau
mengosongkan diri-Nya sendiri (sukarela) atau disebut juga kenosis.
Κένωσις
(Kénōsis) dalam Bahasa Yunani berarti
"mengosongkan", dari kata κενός (Kenós) "kosong". Padanan kata Kenos dalam Bahasa Yunani adalah Mataios. Kata ini lebih bersifat kemanusiaan
secara personal.
Sifat pengosongan ini banyak
memiliki pendapat dari berbagai penafsir. Sangat disayangkan bahwa Allah
mengosongkan diri-Nya dari sifat-sifat yang relatif, seperti: kemahatahuan-Nya,
kemahakuasaan-Nya dan kemahahadiran-Nya, sekalipun tetap mempertahankan sifat-sifat
yang imanen, seperti: kekudusan-Nya, kasih-Nya, dan kebenaran-Nya. Dikatakan
pula bahwa Kristus memiliki pengetahuan yang dalam, tetapi bukan pengetahuan
yang sempurna; bahwa Ia berkuasa namun tidak mahakuasa. Pandangan ini tidak
dapat dibenarkan. Kristus berkali-kali menyatakan pengetahuan ilahi-Nya. Ini
dibuktikan bahwa “Ia mengenal mereka semua,”bahwa Ia”tahu apa yang
ada di dalam hati manusia” (Yoh.2:24-25), dan bahwa Ia mengetahui “semua yang
akan menimpa diri-Nya” (Yoh.18:4).
Beberapa hal terjadi ketika Kristus merendahkan diri.
Dengan rela Kristus meninggalkan segenap kekayaan sorgawi untuk menerima
kemelaratan manusia (II Kor.8:9). Ia mengambil daging manusia yang tidak mulia
karena penuh kelemahan, kesakitan, pencobaan, dan keterbatasan.
Walvoord mengatakan bahwa “tindakan kenosis dapat dengan
tepat diartikan bahwa Kristus tidak melepaskan satu pun sifat ilahi-Nya, tetapi
bahwa Ia dengan rela membatasi penggunaan bebas sifat ilahi tersebut sesuai
dengan tujuan-Nya untuk hidup di antara manusia dengan segenap keterbatasan
mereka”.
Ia menjadi sama dengan manusia. Kristus mengambil tubuh
jasmaniah tidak berarti bahwa Ia memiliki keadaan tubuh yang berdosa. Paulus
menandaskan bahwa Allah mengutus “Anak-Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan
daging yang dikuasai dosa” (Roma 8:3). Dan lagi, ketika Yesus membatasi
diri-Nya, bukan berarti Ia mungkin bersalah dalam pengetahuan ataupun dalam
kelakuan. Sebab Ia telah membuktikan pada saat Ia dicobai, Ia sama sekali tidak
berbuat dosa.
Ia telah mengosongkan diri-Nya dari tanda-tanda kemulian
dan ketinggian-Nya. Paulus tidak menerangkan dengan jelas cara Tuhan Yesus
mengosongkan diri. Paulus hanya menyatakan kepada kita bahwa Tuhan Yesus
mengosongkan diri daripada yang menjadikan FIRMAN itu serupa dan setara dengan
Allah. Sebab Rasul Paulus tidak mengatakan dengan jelas dan teliti bagaimana
Tuhan Yesus membatasi diri-Nya, kita wajib berhati-hati dalam pendirian kita
berhubungan dengan itu.
Tuhan Yesus mengosongkan diri-Nya, mengambil rupa seorang
hamba, dan dilahirkan atau dijelmakan ke dalam dunia ini. Ia telah mengosongkan
diri dengan menyamakan diri dengan manusia dan dengan merendahkan diri lebih
lagi, yaitu mati diatas kayu salib. Tuhan Yesus dengan pilihan diri sendiri
telah merendahkan diri, maka Rasul Paulus menuntut supaya kita pun merendahkan
diri. Kerendahan Tuhan Yesus membawa Dia kepada kematian diatas kayu
salib. Kematian diatas kayu salib sangat
menyakitkan, belum lagi perasaan malu yang harus ditanggung oleh Tuhan Yesus
waktu Ia diperlakukan sebagai seorang penjahat.
Ketaatan Tuhan Yesus kepada Bapa menjadi dasar pekerjaan
penebusan, dan menjadi tanda dan bukti ketuhanan-Nya dan kuasa-Nya. Hanyalah
Pribadi Ilahi yang dapat menerima kematian dengan taat. Hal yang perlu diambil
dari kenosis adalah bahwa kita seharusnya juga bisa merendahkan diri dihadapan
Allah, saling mengasihi, taat dan setia.
Posting Komentar untuk "kenosis (Filipi 2:7)"