TINJAUAN TEOLOGIS TENTANG ISTIGHFAR TERHADAP PRINSIP PENGAMPUNAN ALLAH DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN ALKITAB
TINJAUAN
TEOLOGIS TENTANG ISTIGHFAR TERHADAP PRINSIP PENGAMPUNAN ALLAH DALAM PERSPEKTIF
ISLAM
DAN ALKITAB
A.
Pengertian
Istighfar
Secara harfiah,
kata istighfar berasalah dari bahasa Arab, dari akar kata ghafara.[1]
Setidaknya ada dua pengertian ghafara sebagaimana yang dipahami luas oleh para
ulama. Pertama ghafara berarti mencuci atau membersihkan kotoran.[2]
Makna pertama ini ditunjukkan untuk benda-benda yang sudah terkena kotoran.
Disini penulis memberikan contoh seperti ketika seorang anak bermain lumpur dan
lumpur itu mengenai bajunya sehingga bajunya menjadi kotor. Ketika kotor ibu
dari anak itu tentu akan membersihkan atau mencuci baju yang telah kotor
terkena lumpur itu. Seperti itulah makna pertama dari ghafara. Sementara makna
kedua dari ghafara adalah melindungi atau menutupi sesuatu agar tidak terkena
kotoran. Contoh konkret untuk makna kedua dari ghafara adalah ketika seseorang
menutupi makanan atau minuman yang tersaji di atas meja dengan tutup atau
tudung di atasnya. Hal ini dilakukan agar kebersihan makanan atau minuman
tersebut tetap terjaga. Jadi, tindakan tersebut dalam bahasa Arab dapat
diwakili dengan kata kerja ghafara, sebuah kata yang merupakan akar kata dari
kata istighfar.
Dari kedua
pengertian kata tersebut, kata ghafara sebagaimana disebut di atas maka
sesungguhnya pengertian pertama (mencuci atau membersihkan) adalah lebih tepat
ditujukan untuk orang-orang yang hidup bergelimang dosa dan maksiat. Adapun
pengertian kedua dari ghafara (melindungi atau menutupi) adalah berlaku bagi
orang-orang dengan derajat keimanan dan ketakwaan yang sangat tinggi, seperti
para rasul dan nabi Allah, juga para wali dan kekasih-Nya.
Istighfar dalam
Islam memiliki kata lain yaitu astaghfirulah. Kata ini memiliki arti tindakan
meminta maaf atau memohon ampun kepada Allah yang dilakukan oleh umat Islam.[3]
Hal ini merupakan perbuatan yang dianjurkan dan penting di dalam ajaran Islam.
Tindakan ini secara harfiah dilakukan dengan mengulang-ulang perkataan dalam
bahasa Arab “astaghfirullah, yang berarti saya memohon ampunan kepada Allah”.
Sementara secara istilah, istighfar adalah menundukkan jiwa, hati, dan pikiran
kepada Allah seraya memohon ampun dari segala dosa. Maka, dengan memperhatikan
dua aspek dari pengertian istighfar sebagaimana tersebut, jelaslah bahwa
istighfar adalah sebuah upaya yang penuh totalitas dan berkesinambungan dalam
rangka menuju kefitrahan jiwa dan ketulusan hati (qalbun salim).
Istighfar tidak
hanya melibatkan untaian kata di bibir dan lisan, tetapi getaran hati yang
selalu dan terus menerus menyambung dengan eksistensi Allah sebagai Dzat Maha
Pengampun.[4]
Istighfar dalam filosofi Islam bermakna seseorang yang selalu memohon ampunan
atas kesalahan dan terus berusaha untuk menaati perintah Tuhan dan tidak
melanggarnya. Dalam Islam, istighfar tidak terletak pada pengucapannya, namun
pada seberapa dalam seseorang yang beristighfar memaknai dan menghayati apa
yang diucapkan dalam konteks yang lebih jauh lagi, agar terus mengingat Tuhan
di saat ada godaan untuk melakukan perbuatan dosa, dan apabila telah melakukan
dosa maka istighfar adalah titik untuk bertekad tidak mengulangi perbuatan dosa
tersebut, karena sesungguhnya Allah mengetahui segala yang ada di dalam hati
manusia.
B.
Manfaat
Istighfar
Dari
sekian banyak pengertian istighfar, tentunya terdapat juga manfaat-manfaat dari
istighfar. Hal ini dikarenakan karena suatu ajaran diajarkan karena memiliki
manfaat untuk seseorang yang mengamalkannya. Contohnya, ketika ada seorang guru
yang mengajarkan rumus untuk menghitung angka-angka, tentunya memiliki manfaat
untuk digunakan saat seseorang hendak melakukan penghitungan. Sama halnya
dengan istighfar diajarkan karena memiliki manfaat.
Rasulullah
saw bersabda, “Setiap anak Adam bersalah dan sebaik-baik yang melakukan
kesalahan ialah yang bertaubat,” (H.R. Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah).[5]
Hal ini merupakan sabda dari Muhammad saw agar manusia mau beristighfar. Dalam
istighfar menuntun manusia untuk mengingat akan kesalahan-kesalahannya yang
telah dilakukan sehingga dari hal itu manusia diharapkan dapat bertaubat dan
tidak melakukan dosa lagi. Bertolak dari kesadaran ini, sebenarnya istighfar
bagi manusia adalah satu kebutuhan yang bersifat urgen. Urgen dalam arti harus
cepat dilakukan agar Allah Swt mengampuni segala dosa.
Allah
Swt berfirman,
“Kemudian
bertolaklah kamu dari tempat orang banyak bertolak (Arafah) dan mohonlah
ampunan kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang” (QS
al-Baqarah (2): 199).[6]
Pada
saat itu nabi Ibrahim a.s mendapat perintah agar bertolak dari arafah untuk
menjauhi orang-orang dari kaum jahiliyah. Hal agar nabi Ibrahim a.s beserta
orang-orangnya tidak terpengaruh oleh kehidupan kaum jahiliyah. Allah ingin aga
umat-Nya untuk tetap sadar akan hidupnya. Dimana Allah mempunyai sifat Maha
Pengampun dan Maha Penyayang sehingga memerintahkan kepada umat-Nya untuk
beristighfar agar diampuni segala dosanya.
Istighfar
adalah hal penting yang banyak diremehkan orang pada masa kini, tanpa
memikirkan begitu besar menfaat dari istighfar itu sendiri. Rasulullah saw
sendiri tidak kurang beristighfar dari 70 kali dalam sehari.[7] Setiap
hari manusia dikejar oleh perbuatan dosa dan maksiat lewat pendengaran, mata,
mulut, langkah dan perbuatan tangan manusia tidak pernah berhenti dari
perbuatan dosa dan maksiat. Perbuatan dosa dan maksiat itu seperti debu yang
menempel ditubuh, tidak ada seorang manusiapun yang bisa menghindar dari debu
tersebut. Untuk membersihkan tubuh dari debu itu perlu mandi sekurang-kurangnya
sekali sehari. Lalu bagaimana jika sudah terkena debu, namun tidak mandi? Sama
halnya dengan orang yang sudah tahu dirinya berdosa namun tidak pernah
beristighfar, pastilah dosa itu tetap terus melekat di tubuhnya karena Allah
tidak mengampuni. Allah berjanji akan memberikan kehidupan yang baik secara
terus menerus selama hidup di dunia sampai datang ajal kelak dan memberikan
berbagai kelebihan dan keistimewaan kepada mereka yang selalu istighfar mohon
ampun padaNya.[8]
Dizaman
yang serba tidak menentu ini ada baiknya menjadikan istighfar sebagai salah
satu amalan. Adapun manfaat yang di dapat dalam istighfar sangat banyak, yaitu:[9]
a. Menggembirakan
Allah
Rasulullah bersabda, “Sungguh,
Allah lebih gembira dengan taubat hamba-Nya dari pada kegembiraan salah seorang
dari kalian yang menemukan ontanya yang hilang di padang pasir.” (HR.Bukhari
dan Muslim)
b. Dicintai
Allah
Allah berfirman, “Sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang
mensucikan diri.” (QS.al-Baqarah:222). Rasulullah bersabda, “Orang yang
bertaubat adalah kekasih Allah. Orang yang bertaubat atas dosanya, bagaikan
orag yang tidak berdosa.” (HR.Ibnu Majah).
c. Dosa-dosanya
diampuni
Rasulullah bersabda, “Allah telah
berkata,’ Wahai hamba-hamba-Ku, setiap kalian pasti berdosa kecuali yang Aku
jaga. Maka beristighfarlah kalian kepada-Ku, niscaya kalian Aku ampuni. Dan
barangsiapa yang meyakini bahwa Aku punya kemampuan untuk mengampuni
dosa-dosanya, maka Aku akan mengampuninya dan Aku tidak peduli (beberapa banyak
dosanya),” (HR.Ibnu Majah, Tirmidzi).
d. Selamat
dari api neraka
Hudzaifah pernah berkata, “Saya
adalah orang yang tajam lidah terhadap keluargaku, Wahai Rasulullah, aku takut
kalau lidahku itu menyebabkanku masuk neraka’. Rasulullah bersabda, ‘Dimana
posisimu terhadap istighfar? Sesungguhnya, aku senantiasa beristighfar kepada
Allah sebanyak seratus kali dalam sehari semalam (HR.Nasa, Ibnu Majah, al-Hakim
dan dishahihkannya).
e. Mendapat
balasan surga
“Dan (juga) orang-orang yang
apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat
akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang
dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan
kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari
Tuhan mereka dan surge yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka
kekal di dalamnya: dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.”
(QS.Ali’ Imran: 135-136).
f. Mengecewakan
setan
Sesungguhnya setan telah
berkata,”Demi kemuliaan-Mu ya Allah, aku terus menerus akan menggoda
hamba-hamba-Mu selagi roh mereka ada dalam badan mereka (masih hidup). Maka
Allah menimpalinya, “ Dan demi kemuliaan dan keagungan-Ku, AKu senantiasa
mengampuni mereka selama mereka memohon ampunan (beristighfar) kepada-Ku.”
(HR.Ahmad dan al-Hakim).
g. Membuat
setan putus asa
Ali bin Abi Thalib pernah didatangi
oleh seseorang, “saya telah melakukan dosa’ , ‘Bertaubatlah kepada Allah dan
jangan kamu ulangi’, kata Ali. Orang itu menjawab. ‘Saya telah bertaubat, tapi
setelah itu saya berdosa lagi,’ sampai kapan?’ Ali menjawab, ‘Sampai setan
berputus asa dan merasa rugi.” (Kitab Tanbihul Ghafilin: 73).
h. Meredam
azab
Allah berfirman, “Dan Allah
sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka.
Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.”
(QS.al-Anfal:33).
i.
Mengusir kesedihan
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa
yang senantiasa beristighfar, maka Allah akan memberikan kegembiraan dari
setiap kesedihannya dan kelapangan bagi setiap kesempitannya dan memberinya
rizki dari arah yang tiada disangka-sangka.” (HR.Abu Daud, Ibnu Majah dan
Ahmad).
j.
Melapangkan kesempitan
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa
yang senantiasa beristighfar, maka Allah akan memberikan kegembiraan dari
setiap kesedihannya dan kelapangan bagi setiap kesempitannya dan memberinya
rizki dari arah yang tiada disangka-sangka,” (HR.Abu Daud, Ibnu Majah dan
Ahmad).
k. Melancarkan
rizki
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya
seorang hamba bisa tertahan rizkinya karena dosa yang dilakukannya,” (HR.Ahmad,
Ibnu Hibban dan Ibnu Majah).
l.
Membersihkan hati
Rasulullah bersabda, “Apabila
seorang mukmin melakukan suatu dosa, maka tercoretlah noda hitam di hatinya.
Apabila ia bertaubat, meninggalkannya dan beristighfar maka bersihlah hatinya.”
(HR.Nasa’I, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Tirmidzi).
m. Mengangkat
derajatnya di surga
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya
Allah akan mengangkat derajat seorang hamba di surge. Hamba itu berkata,’ Wahai
Allah, dari mana saya dapat kemuliaan ini? Allah berkata, ‘Karena istighfar
anakmu untukmu”. (HR.Ahmad dengan Sanad Hasan).
n. Mengikut
sunnah Rasulullah shallalhu ‘alaihi
wasallam
Abu Hurairah berkata,”Saya telah mendengar Rasulullah bersabda,’Demi Allah, Sesungguhnya aku minta ampun kepada Allah (beristighfar) dan bertaubat kepada-Nya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali’.”(HR.Bukhari).
Abu Hurairah berkata,”Saya telah mendengar Rasulullah bersabda,’Demi Allah, Sesungguhnya aku minta ampun kepada Allah (beristighfar) dan bertaubat kepada-Nya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali’.”(HR.Bukhari).
o. Menjadi
sebaik-baiknya orang yang bersalah
Rasulullah bersabda,”Setiap anak Adam pernah bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang segera bertaubat.”(HR.Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Hakim).
Rasulullah bersabda,”Setiap anak Adam pernah bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang segera bertaubat.”(HR.Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Hakim).
p. Bersifat
sebagai hamba Allah yang sejati
Allah berfirman,”Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (Yaitu) orang-orang yang berdo’a:”Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka,”(yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap ta’at, yang menafkahkan hartanya (dijalan Allah), dan yang memohon ampun (beristighfar) di waktu sahur.”(QS.Ali’Imran: 15-17).
Allah berfirman,”Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (Yaitu) orang-orang yang berdo’a:”Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka,”(yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap ta’at, yang menafkahkan hartanya (dijalan Allah), dan yang memohon ampun (beristighfar) di waktu sahur.”(QS.Ali’Imran: 15-17).
q. Terhindar
dari stampel kezhaliman
Allah berfirman,”…Barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.”(QS.al-Hujurat: 11).
Allah berfirman,”…Barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.”(QS.al-Hujurat: 11).
r.
Mudah mendapat anak
Allah berfirman,”Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun (istighfar) kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS.Nuh: 10-12).
Allah berfirman,”Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun (istighfar) kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS.Nuh: 10-12).
s. Mudah mendapatkan
air hujan
Ibnu Shabih berkata,”Hasan al-Bashri pernah didatangi seseorang dan mengadu bahwa lahannya tandus, ia berkata, ‘Perbanyaklah istighfar’. Lalu ada orang lain yang mengadu bahwa kebunnya kering, ia berkata, ‘Perbanyaklah istighfar’. Lalu ada orang lain lagi yang mengadu bahwa ia belum punya anak, ia berkata,’Perbanyaklah istighfar’. (Kitab Fathul Bari: 11/98).
Ibnu Shabih berkata,”Hasan al-Bashri pernah didatangi seseorang dan mengadu bahwa lahannya tandus, ia berkata, ‘Perbanyaklah istighfar’. Lalu ada orang lain yang mengadu bahwa kebunnya kering, ia berkata, ‘Perbanyaklah istighfar’. Lalu ada orang lain lagi yang mengadu bahwa ia belum punya anak, ia berkata,’Perbanyaklah istighfar’. (Kitab Fathul Bari: 11/98).
t.
Bertambah kekuatannya
Allah berfirman,”Dan (dia berkata):”Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.”(QS.Hud: 52).
Allah berfirman,”Dan (dia berkata):”Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.”(QS.Hud: 52).
u. Bertambah
kesejahteraanya
Allah berfirman,”Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”(QS.Nuh: 10-12).
Allah berfirman,”Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”(QS.Nuh: 10-12).
v. Menjadi
orang-orang yang beruntung
Allah berfirman,”Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”(QS.an-Nur: 31). Aisyah berkata,”Beruntunglah, orang-orang yang menemukan istighfar yang banyak pada setiap lembar catatan harian amal mereka.”(HR.Bukhari).
Allah berfirman,”Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”(QS.an-Nur: 31). Aisyah berkata,”Beruntunglah, orang-orang yang menemukan istighfar yang banyak pada setiap lembar catatan harian amal mereka.”(HR.Bukhari).
w. Keburukannya
diganti dengan kebaikan
Allah berfirman,”Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS.al-Furqan: 70).
Allah berfirman,”Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS.al-Furqan: 70).
“Dan
dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada
bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik
itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi
orang-orang yang ingat.”(QS.Hud: 114).
x.
Bercitra sebagai orang mukmin
Rasulullah bersabda,”Tidak seorangpun dari umatku, yang apabila ia berbuat baik dan ia menyadari bahwa yang diperbuat adalah kebaikan, maka Allah akan membalasnya dengan kebaikan. Dan tidaklah ia melakukan suatu yang tercela, dan ia sadar sepenuhnya bahwa perbuatannya itu salah, lalu ia mohon ampun (beristighfar) kepada Allah, dan hatinya yakin bahwa tiada Tuhan yang bisa mengampuni kecuali Allah, maka dia adalah seorang Mukmin.”(HR.Ahmad).
Rasulullah bersabda,”Tidak seorangpun dari umatku, yang apabila ia berbuat baik dan ia menyadari bahwa yang diperbuat adalah kebaikan, maka Allah akan membalasnya dengan kebaikan. Dan tidaklah ia melakukan suatu yang tercela, dan ia sadar sepenuhnya bahwa perbuatannya itu salah, lalu ia mohon ampun (beristighfar) kepada Allah, dan hatinya yakin bahwa tiada Tuhan yang bisa mengampuni kecuali Allah, maka dia adalah seorang Mukmin.”(HR.Ahmad).
y.
Berkperibadian sebagai orang bijak
Seorang ulama berkata,”Tanda orang yang arif (bijak) itu ada enam. Apabila ia menyebut nama Allah, ia merasa bangga. Apabila menyebut dirinya, ia merasa hina. Apabila memperhatikan ayat-ayat Allah, ia ambil pelajarannya. Apabila muncul keinginan untuk bermaksiat, ia segera mencegahnya. Apabila disebutkan ampunan Allah, ia merasa gembira. Dan apabila mengingat dosanya, ia segera beristighfar.” (Kitab Tanbihul Ghafilin: 67).
Seorang ulama berkata,”Tanda orang yang arif (bijak) itu ada enam. Apabila ia menyebut nama Allah, ia merasa bangga. Apabila menyebut dirinya, ia merasa hina. Apabila memperhatikan ayat-ayat Allah, ia ambil pelajarannya. Apabila muncul keinginan untuk bermaksiat, ia segera mencegahnya. Apabila disebutkan ampunan Allah, ia merasa gembira. Dan apabila mengingat dosanya, ia segera beristighfar.” (Kitab Tanbihul Ghafilin: 67).
C.
Istighfar Sebagai Sarana Pengampunan
Dosa
Pengampunan Allah swt atas hamba-Nya
adalah sesuatu yang wajib adanya dan tidak bisa dibatalkan oleh siapapun,
bahkan oleh para nabi dan rasul-Nya sekalipun.[10]
Sungguh ampunan Allah swt tidak perlu diragukan lagi. Bahkan, dalam Al-Asmaul
Husna (nama-nama Allah yang indah), di sana ada salah satu nama Allah,
Al-Ghaffar yang artinya Maha Pengampun.[11]
Bagi orang-orang yang hidup bergelimang salah dan dosa, dan tidak tahu
dengan apa yang mesti diperbuat, dalil
dan bukti Qur’ani ini mestinya menjadi faktor kegairahan untuk segera
bersimpuh, memohon ampunan-Nya. Sungguh, tidak ada kata terlambat untuk segera beristighfar,
bertaubat dan memperbaiki diri.
Rasulullah bersabda, “Allah telah
berkata,’ Wahai hamba-hamba-Ku, setiap kalian pasti berdosa kecuali yang Aku
jaga. Maka beristighfarlah kalian kepada-Ku, niscaya kalian Aku ampuni. Dan
barangsiapa yang meyakini bahwa Aku punya kemampuan untuk mengampuni
dosa-dosanya, maka Aku akan mengampuninya dan Aku tidak peduli (beberapa banyak
dosanya),” (HR.Ibnu Majah, Tirmidzi).
Dari hadis ini ditarik satu
pemahaman bahwa sungguh pun Allah swt mempunyai kemampuan untuk mengampuni
dosa-dosa manusia. Manusia hanya perlu untuk menyampaikan segala kesalahan atau
pun dosanya kepada Allah swt. Maka Allah akan mendengar seruan dari umat-Nya
dan memberi ampunan.
Perlu adanya taubat dalam istighfar
yang telah diucapkan. Dalam taubat adalah menyesali kesalahan (An-Nadam).[12]
Penyesalan bisa diartikan sebagai perasaan batin seseorang yang menggambarkan
kekecewaan lantaran keterlanjurannya melakukan dosa, baik dosa terhadap Allah,
sesama manusia, mahkluk lainnya, maupun dirinya sendiri. Kemudian dari
menyadari dosa manusia akan berusaha untuk mencari jalan keselamatan agar
terhindar dari akibat dosa pada hari Pembalasan kelak. Melalui istighfarlah
manusia akan mendapat jalan keselamatan itu, dimana manusia meminta ampun dari
segala dosa agar mendapatkan keselamatan.
D. Istighfar Membawa Kepada
Keselamatan dan Cukup
Nabi saw senantiasa
mengulang-ulang istighfarnya pada kesempatan duduk di antara dua sujud ini,
seraya membaca;
Rabbighfir Lii, Rabbighfir Lii, Rabbighfir
Lii “(Ya Tuhanku, ampuni aku, Ya Tuhanku, ampuni aku, Ya Tuhanku, ampuni aku).[13]
Anggaplah saat ini dirimu telah dibangkitkan untuk menjalani proses hisab.
Apabila Allah swt, tidak mengampunimu, maka hukuman akan ditegakkan atasmu
sekarang. Orang yang mendapatkan hukuman di dunia ini lebih baik daripada orang
yang tidak mendapatkan ampunan Allah swt, sebab orang yang mendapatkan hukuman
di dunia akan selamat dari siksa Allah swt pada hari kiamat.[14]
Sedangkan orang yang tidak mendapatkan ampunan Allah swt di dunia ini, maka ia
telah dinanti oleh lembah neraka pada hari kiamat.[15]
Jadi dengan beristighfar manusia
akan memperoleh keselamatannya yang diberikan oleh Allah swt. Manusia yang
beristighfar akan mendapatkan kenikmatan surga, dan di hari kiamat nanti mereka
yang selalu beristighfar tidak akan mendapatkan hukuman.
E. Pandangan Alkitab Mengenai Konsep
Istighfar
Sebagaimana telah dijelaskan di atas
bahwa istighfar merupakan suatu pelafalan dalam Islam untuk memohonkan
pengampunan kepada Tuhan atas segala dosa-dosa atau pun kesalahan-kesalahan.
Muhammad saw, bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya aku memohon ampun kepada
Allah dan bertaubat kepada-Nya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali.”[16]
Begitu penting dan seriusnya masalah pengampunan sehingga Muhammad dimana dia
adalah yang dimuliakan di dalam Islam sampai-sampai melakukan istighfar lebih
dari tujuh puluh kali.
Jika dilihat dari sisi Alkitab,
bahwa pengampunan memang diberikan oleh Allah kepada umat-Nya yang meminta
kepada-Nya (Bil.14:20). Tetapi perlu diketahui bahwa istighfar dalam Islam
tidaklah bisa menyelesaikan yang namanya dosa. Karena dosa itu diampuni apabila
seseorang meminta pengampunan itu, sedangkan dalam Alkitab pengampunan Allah
memang telah diberikan bukan hasil dari permintaan itulah sebabnya dikatakan
sebagai anugerah. Pengampunan adalah perbuatan Allah yang timbul dari
rahmat-Nya. Pengampunan dosa manusia telah meminta korban hidup Yesus.[17]
Alkitab mengajarkan bahwa ketika seseorang berdosa, dosa itu perlu dibereskan
dengan korban. Namun hanya satu korban yang dapat menyelesaikan segala dosa
yaitu penebusan Kristus di atas kayu salib. Bukan dengan istighfar yang
seakan-akan pengampunan itu begitu murah atau tidak ada isinya.
Manusia hanya dapat menebus dosanya
secara pribadi jika ia dapat menderita selamanya karena hukuman yang
diakibatkan dosa itu. Tentu saja manusia tidak akan sanggup melakukan hal
demikian. Maka karena kasih dan sayang-Nya, Allah masuk ke dalam keadaan tanpa
harapan dan memberikan seorang Pengganti, yaitu Yesus Kristus, yang benar-benar
sanggup memberikan pelunasan yang kekal untuk dosa.[18]
Jelas dikatakan dalam 1 Petrus 3:18 “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk
segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia
membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai
manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh”. Penebusan pengganti
menjadikan Kristus yang tidak berdosa menderita bagi manusia yang jahat.
Di dalam konsep pengampunan Islam
(istighfar) tidak ada sebuah jaminan pasti akan pengampunan itu. Masakan bisa
manusia meminta ampun kepada seseorang dengan tidak melihat suatu jaminan atau
kepastian dari pengampunan itu. Namun kembali Alkitab mengajarkan bahwa
Kristuslah yang dapat mendatangkan anugerah Tuhan. Tuhan menuntut kepada
Kristus segala hal yang tidak dilakukan oleh manusia, agar kepada manusia dapat
diberikan anugerah.[19]
Pengampunan itu disertai oleh adanya
pertobatan. Dimana seperti dikatakan di dalam Islam bahwa pertobatan itu
mendatangkan penyesalan yang dalam akan segala perbuatan-perbuatan yang salah.
Pertobatan merupakan tindakan berbalik kepada Allah, dan tindakan tersebut
merupakan tanggapan manusia terhadap panggilan Allah. Tindakan itu sendiri
terdiri atas dua unsur : pertobatan dan iman.[20]
Penulis meyakini bahwa di dalam Islam iman pasti juga adalah dasar dari
permohonan ampun. Namun pertanyaannya apakah iman itu diberikan kepada Oknum
Yang Benar? Atau hanya ada dalam baying-bayang saja. Sedangkan di dalam Alkitab
jelas bahwa iman itu ditujukan kepada Yesus Kristus yang adalah jalan kebenaran
dan hidup (Yoh.14:6).
Anugerah Allah memanglah pemberian
langsung dari Allah kepada umatNya, tetapi manusia juga mengerjakan bagiannya
untuk dikerjakan. Anugerah Allah dapat diterima dengan syarat harus mengakui
dosa, harus bertobat dari dosa dan mempercayakan diri kepada Kristus.[21]
Jadi, bolehlah seseorang melakukan permintaan agar dosa atau kesalahannya
diampuni, namun perlu diketahui bahwa Oknum yang dapat mengampuni itu adalah
Dia yang melakukan penebusan akan setiap dosa-dosa. Konsekuensi dosa tetaplah
kepada suatu kematian atau maut dan dapat diselesaikan dengan penumpahan darah.
Oleh karena itu Allah mengirimkan Anak-Nya untuk mati, untuk menumpahkan
darah-Nya di atas kayu salib sebagai korban yang hidup, yang dapat
menyelesaikan segala dosa, baik dosa yang ada di masa lampau, sekarang dan masa
depan. Maka perlulah permohonan ampun itu ditujukan kepada Oknum yang benar
yaitu Yesus Kristus, bukan hanya dengan istighfar. Sebanyak apapun melakukan istighfar
tetaplah dosa itu ada jikalau tidak diselesaikan oleh Oknum yang mampu
menyelesaikan dengan tuntas.
[1]Bilif Abduh, Terapi Istighfar (Jakarta
Selatan: Citra Risalah, 2011), 1.
[2]Bilif Abduh, Ibid., 1.
[4]Bilif Abduh, Op.cit., 2.
[6]Ali bin Nayif asy-Syuhud, Istighfar
(Solo: Tiga Serangkai, 2015), 10.
[8]Ibid.
[10]Bilif Abduh, Op.cit., 29.
[11]Bilif Abduh, Ibid., 28.
[12]Muhaimin, Dahsyatnya Taubat Nasuha (Yogyakarta:
Citra Risalah, 2010), 64.
[13]Hadis Shahih, Riwayat
Ibnu Majah dan An-Nasal (Shahih Ibnu Majah, nomor 731 dan Al-Irwa,
nomor 335).
[14]Khalid Abu Syadi, Pengalaman
Shalat Pertamaku (Yogyakarta: Citra Risalah, 2008), 141.
[15]Khalid Abu Syadi, Ibid.,
141.
[16]Said bin Ali bin Wahf Al-Qahtani,
Doa
& Dzikir (Yogyakarta: Citra Risalah, 2008), 136.
[17]G.C.van Niftrik dan B.J.Boland, Dogmatika
Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 467.
[18]Charles C.Ryrie, Teologi
Dasar (Yogyakarta: Yayasan Andi, 1992), 29.
[19]R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1996), 164.
[20]Henry C.Thiessen, Teologi
Sistematika (Malang: Gandum Mas, 2010), 410.
[21]Ichwei G.Indra, Teologi
Sistematis (Bandung: Lembaga Literatur Baptis), 135.
Posting Komentar untuk "TINJAUAN TEOLOGIS TENTANG ISTIGHFAR TERHADAP PRINSIP PENGAMPUNAN ALLAH DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN ALKITAB"