Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

TINJAUAN TEOLOGIS TENTANG ISTIGHFAR TERHADAP PRINSIP PENGAMPUNAN ALLAH DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN ALKITAB



TINJAUAN TEOLOGIS TENTANG ISTIGHFAR TERHADAP PRINSIP PENGAMPUNAN ALLAH DALAM PERSPEKTIF
ISLAM DAN ALKITAB

A.    Pengertian Istighfar
Secara harfiah, kata istighfar berasalah dari bahasa Arab, dari akar kata ghafara.[1] Setidaknya ada dua pengertian ghafara sebagaimana yang dipahami luas oleh para ulama. Pertama ghafara berarti mencuci atau membersihkan kotoran.[2] Makna pertama ini ditunjukkan untuk benda-benda yang sudah terkena kotoran. Disini penulis memberikan contoh seperti ketika seorang anak bermain lumpur dan lumpur itu mengenai bajunya sehingga bajunya menjadi kotor. Ketika kotor ibu dari anak itu tentu akan membersihkan atau mencuci baju yang telah kotor terkena lumpur itu. Seperti itulah makna pertama dari ghafara. Sementara makna kedua dari ghafara adalah melindungi atau menutupi sesuatu agar tidak terkena kotoran. Contoh konkret untuk makna kedua dari ghafara adalah ketika seseorang menutupi makanan atau minuman yang tersaji di atas meja dengan tutup atau tudung di atasnya. Hal ini dilakukan agar kebersihan makanan atau minuman tersebut tetap terjaga. Jadi, tindakan tersebut dalam bahasa Arab dapat diwakili dengan kata kerja ghafara, sebuah kata yang merupakan akar kata dari kata istighfar.
Dari kedua pengertian kata tersebut, kata ghafara sebagaimana disebut di atas maka sesungguhnya pengertian pertama (mencuci atau membersihkan) adalah lebih tepat ditujukan untuk orang-orang yang hidup bergelimang dosa dan maksiat. Adapun pengertian kedua dari ghafara (melindungi atau menutupi) adalah berlaku bagi orang-orang dengan derajat keimanan dan ketakwaan yang sangat tinggi, seperti para rasul dan nabi Allah, juga para wali dan kekasih-Nya.
Istighfar dalam Islam memiliki kata lain yaitu astaghfirulah. Kata ini memiliki arti tindakan meminta maaf atau memohon ampun kepada Allah yang dilakukan oleh umat Islam.[3] Hal ini merupakan perbuatan yang dianjurkan dan penting di dalam ajaran Islam. Tindakan ini secara harfiah dilakukan dengan mengulang-ulang perkataan dalam bahasa Arab “astaghfirullah, yang berarti saya memohon ampunan kepada Allah”. Sementara secara istilah, istighfar adalah menundukkan jiwa, hati, dan pikiran kepada Allah seraya memohon ampun dari segala dosa. Maka, dengan memperhatikan dua aspek dari pengertian istighfar sebagaimana tersebut, jelaslah bahwa istighfar adalah sebuah upaya yang penuh totalitas dan berkesinambungan dalam rangka menuju kefitrahan jiwa dan ketulusan hati (qalbun salim).
Istighfar tidak hanya melibatkan untaian kata di bibir dan lisan, tetapi getaran hati yang selalu dan terus menerus menyambung dengan eksistensi Allah sebagai Dzat Maha Pengampun.[4] Istighfar dalam filosofi Islam bermakna seseorang yang selalu memohon ampunan atas kesalahan dan terus berusaha untuk menaati perintah Tuhan dan tidak melanggarnya. Dalam Islam, istighfar tidak terletak pada pengucapannya, namun pada seberapa dalam seseorang yang beristighfar memaknai dan menghayati apa yang diucapkan dalam konteks yang lebih jauh lagi, agar terus mengingat Tuhan di saat ada godaan untuk melakukan perbuatan dosa, dan apabila telah melakukan dosa maka istighfar adalah titik untuk bertekad tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut, karena sesungguhnya Allah mengetahui segala yang ada di dalam hati manusia.
B.     Manfaat Istighfar
Dari sekian banyak pengertian istighfar, tentunya terdapat juga manfaat-manfaat dari istighfar. Hal ini dikarenakan karena suatu ajaran diajarkan karena memiliki manfaat untuk seseorang yang mengamalkannya. Contohnya, ketika ada seorang guru yang mengajarkan rumus untuk menghitung angka-angka, tentunya memiliki manfaat untuk digunakan saat seseorang hendak melakukan penghitungan. Sama halnya dengan istighfar diajarkan karena memiliki manfaat.
Rasulullah saw bersabda, “Setiap anak Adam bersalah dan sebaik-baik yang melakukan kesalahan ialah yang bertaubat,” (H.R. Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah).[5] Hal ini merupakan sabda dari Muhammad saw agar manusia mau beristighfar. Dalam istighfar menuntun manusia untuk mengingat akan kesalahan-kesalahannya yang telah dilakukan sehingga dari hal itu manusia diharapkan dapat bertaubat dan tidak melakukan dosa lagi. Bertolak dari kesadaran ini, sebenarnya istighfar bagi manusia adalah satu kebutuhan yang bersifat urgen. Urgen dalam arti harus cepat dilakukan agar Allah Swt mengampuni segala dosa.
Allah Swt berfirman,
“Kemudian bertolaklah kamu dari tempat orang banyak bertolak (Arafah) dan mohonlah ampunan kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang” (QS al-Baqarah (2): 199).[6]
Pada saat itu nabi Ibrahim a.s mendapat perintah agar bertolak dari arafah untuk menjauhi orang-orang dari kaum jahiliyah. Hal agar nabi Ibrahim a.s beserta orang-orangnya tidak terpengaruh oleh kehidupan kaum jahiliyah. Allah ingin aga umat-Nya untuk tetap sadar akan hidupnya. Dimana Allah mempunyai sifat Maha Pengampun dan Maha Penyayang sehingga memerintahkan kepada umat-Nya untuk beristighfar agar diampuni segala dosanya.
Istighfar adalah hal penting yang banyak diremehkan orang pada masa kini, tanpa memikirkan begitu besar menfaat dari istighfar itu sendiri. Rasulullah saw sendiri tidak kurang beristighfar dari 70 kali dalam sehari.[7] Setiap hari manusia dikejar oleh perbuatan dosa dan maksiat lewat pendengaran, mata, mulut, langkah dan perbuatan tangan manusia tidak pernah berhenti dari perbuatan dosa dan maksiat. Perbuatan dosa dan maksiat itu seperti debu yang menempel ditubuh, tidak ada seorang manusiapun yang bisa menghindar dari debu tersebut. Untuk membersihkan tubuh dari debu itu perlu mandi sekurang-kurangnya sekali sehari. Lalu bagaimana jika sudah terkena debu, namun tidak mandi? Sama halnya dengan orang yang sudah tahu dirinya berdosa namun tidak pernah beristighfar, pastilah dosa itu tetap terus melekat di tubuhnya karena Allah tidak mengampuni. Allah berjanji akan memberikan kehidupan yang baik secara terus menerus selama hidup di dunia sampai datang ajal kelak dan memberikan berbagai kelebihan dan keistimewaan kepada mereka yang selalu istighfar mohon ampun padaNya.[8]
Dizaman yang serba tidak menentu ini ada baiknya menjadikan istighfar sebagai salah satu amalan. Adapun manfaat yang di dapat dalam istighfar sangat banyak, yaitu:[9]
a.       Menggembirakan Allah
Rasulullah bersabda, “Sungguh, Allah lebih gembira dengan taubat hamba-Nya dari pada kegembiraan salah seorang dari kalian yang menemukan ontanya yang hilang di padang pasir.” (HR.Bukhari dan Muslim)
b.      Dicintai Allah
Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS.al-Baqarah:222). Rasulullah bersabda, “Orang yang bertaubat adalah kekasih Allah. Orang yang bertaubat atas dosanya, bagaikan orag yang tidak berdosa.” (HR.Ibnu Majah).
c.       Dosa-dosanya diampuni
Rasulullah bersabda, “Allah telah berkata,’ Wahai hamba-hamba-Ku, setiap kalian pasti berdosa kecuali yang Aku jaga. Maka beristighfarlah kalian kepada-Ku, niscaya kalian Aku ampuni. Dan barangsiapa yang meyakini bahwa Aku punya kemampuan untuk mengampuni dosa-dosanya, maka Aku akan mengampuninya dan Aku tidak peduli (beberapa banyak dosanya),” (HR.Ibnu Majah, Tirmidzi).
d.      Selamat dari api neraka
Hudzaifah pernah berkata, “Saya adalah orang yang tajam lidah terhadap keluargaku, Wahai Rasulullah, aku takut kalau lidahku itu menyebabkanku masuk neraka’. Rasulullah bersabda, ‘Dimana posisimu terhadap istighfar? Sesungguhnya, aku senantiasa beristighfar kepada Allah sebanyak seratus kali dalam sehari semalam (HR.Nasa, Ibnu Majah, al-Hakim dan dishahihkannya).
e.       Mendapat balasan surga
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surge yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya: dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (QS.Ali’ Imran: 135-136).
f.       Mengecewakan setan
Sesungguhnya setan telah berkata,”Demi kemuliaan-Mu ya Allah, aku terus menerus akan menggoda hamba-hamba-Mu selagi roh mereka ada dalam badan mereka (masih hidup). Maka Allah menimpalinya, “ Dan demi kemuliaan dan keagungan-Ku, AKu senantiasa mengampuni mereka selama mereka memohon ampunan (beristighfar) kepada-Ku.” (HR.Ahmad dan al-Hakim).
g.      Membuat setan putus asa
Ali bin Abi Thalib pernah didatangi oleh seseorang, “saya telah melakukan dosa’ , ‘Bertaubatlah kepada Allah dan jangan kamu ulangi’, kata Ali. Orang itu menjawab. ‘Saya telah bertaubat, tapi setelah itu saya berdosa lagi,’ sampai kapan?’ Ali menjawab, ‘Sampai setan berputus asa dan merasa rugi.” (Kitab Tanbihul Ghafilin: 73).
h.      Meredam azab
Allah berfirman, “Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (QS.al-Anfal:33).
i.        Mengusir kesedihan
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang senantiasa beristighfar, maka Allah akan memberikan kegembiraan dari setiap kesedihannya dan kelapangan bagi setiap kesempitannya dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangka.” (HR.Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad).
j.        Melapangkan kesempitan
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang senantiasa beristighfar, maka Allah akan memberikan kegembiraan dari setiap kesedihannya dan kelapangan bagi setiap kesempitannya dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangka,” (HR.Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad).

k.      Melancarkan rizki
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba bisa tertahan rizkinya karena dosa yang dilakukannya,” (HR.Ahmad, Ibnu Hibban dan Ibnu Majah).
l.        Membersihkan hati
Rasulullah bersabda, “Apabila seorang mukmin melakukan suatu dosa, maka tercoretlah noda hitam di hatinya. Apabila ia bertaubat, meninggalkannya dan beristighfar maka bersihlah hatinya.” (HR.Nasa’I, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Tirmidzi).
m.    Mengangkat derajatnya di surga
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat seorang hamba di surge. Hamba itu berkata,’ Wahai Allah, dari mana saya dapat kemuliaan ini? Allah berkata, ‘Karena istighfar anakmu untukmu”. (HR.Ahmad dengan Sanad Hasan).
n.      Mengikut sunnah Rasulullah shallalhu ‘alaihi wasallam
Abu Hurairah berkata,”Saya telah mendengar Rasulullah bersabda,’Demi Allah, Sesungguhnya aku minta ampun kepada Allah (beristighfar) dan bertaubat kepada-Nya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali’.”(HR.Bukhari).
o.      Menjadi sebaik-baiknya orang yang bersalah
Rasulullah bersabda,”Setiap anak Adam pernah bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang segera bertaubat.”(HR.Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Hakim).
p.      Bersifat sebagai hamba Allah yang sejati
Allah berfirman,”Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (Yaitu) orang-orang yang berdo’a:”Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka,”(yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap ta’at, yang menafkahkan hartanya (dijalan Allah), dan yang memohon ampun (beristighfar) di waktu sahur.”(QS.Ali’Imran: 15-17).
q.      Terhindar dari stampel kezhaliman
Allah berfirman,”…Barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.”(QS.al-Hujurat: 11).
r.        Mudah mendapat anak
Allah berfirman,”Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun (istighfar) kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS.Nuh: 10-12).
s.       Mudah mendapatkan air hujan
Ibnu Shabih berkata,”Hasan al-Bashri pernah didatangi seseorang dan mengadu bahwa lahannya tandus, ia berkata, ‘Perbanyaklah istighfar’. Lalu ada orang lain yang mengadu bahwa kebunnya kering, ia berkata, ‘Perbanyaklah istighfar’. Lalu ada orang lain lagi yang mengadu bahwa ia belum punya anak, ia berkata,’Perbanyaklah istighfar’. (Kitab Fathul Bari: 11/98).
t.        Bertambah kekuatannya
Allah berfirman,”Dan (dia berkata):”Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.”(QS.Hud: 52).
u.      Bertambah kesejahteraanya
Allah berfirman,”Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”(QS.Nuh: 10-12).
v.      Menjadi orang-orang yang beruntung
Allah berfirman,”Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”(QS.an-Nur: 31). Aisyah berkata,”Beruntunglah, orang-orang yang menemukan istighfar yang banyak pada setiap lembar catatan harian amal mereka.”(HR.Bukhari).
w.    Keburukannya diganti dengan kebaikan
Allah berfirman,”Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS.al-Furqan: 70).
“Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.”(QS.Hud: 114).
x.      Bercitra sebagai orang mukmin
Rasulullah bersabda,”Tidak seorangpun dari umatku, yang apabila ia berbuat baik dan ia menyadari bahwa yang diperbuat adalah kebaikan, maka Allah akan membalasnya dengan kebaikan. Dan tidaklah ia melakukan suatu yang tercela, dan ia sadar sepenuhnya bahwa perbuatannya itu salah, lalu ia mohon ampun (beristighfar) kepada Allah, dan hatinya yakin bahwa tiada Tuhan yang bisa mengampuni kecuali Allah, maka dia adalah seorang Mukmin.”(HR.Ahmad).
y.      Berkperibadian sebagai orang bijak
Seorang ulama berkata,”Tanda orang yang arif (bijak) itu ada enam. Apabila ia menyebut nama Allah, ia merasa bangga. Apabila menyebut dirinya, ia merasa hina. Apabila memperhatikan ayat-ayat Allah, ia ambil pelajarannya. Apabila muncul keinginan untuk bermaksiat, ia segera mencegahnya. Apabila disebutkan ampunan Allah, ia merasa gembira. Dan apabila mengingat dosanya, ia segera beristighfar.” (Kitab Tanbihul Ghafilin: 67).
C.    Istighfar Sebagai Sarana Pengampunan Dosa
Pengampunan Allah swt atas hamba-Nya adalah sesuatu yang wajib adanya dan tidak bisa dibatalkan oleh siapapun, bahkan oleh para nabi dan rasul-Nya sekalipun.[10] Sungguh ampunan Allah swt tidak perlu diragukan lagi. Bahkan, dalam Al-Asmaul Husna (nama-nama Allah yang indah), di sana ada salah satu nama Allah, Al-Ghaffar yang artinya Maha Pengampun.[11] Bagi orang-orang yang hidup bergelimang salah dan dosa, dan tidak tahu dengan  apa yang mesti diperbuat, dalil dan bukti Qur’ani ini mestinya menjadi faktor kegairahan untuk segera bersimpuh, memohon ampunan-Nya. Sungguh, tidak ada kata terlambat untuk segera beristighfar, bertaubat dan memperbaiki diri.
            Rasulullah bersabda, “Allah telah berkata,’ Wahai hamba-hamba-Ku, setiap kalian pasti berdosa kecuali yang Aku jaga. Maka beristighfarlah kalian kepada-Ku, niscaya kalian Aku ampuni. Dan barangsiapa yang meyakini bahwa Aku punya kemampuan untuk mengampuni dosa-dosanya, maka Aku akan mengampuninya dan Aku tidak peduli (beberapa banyak dosanya),” (HR.Ibnu Majah, Tirmidzi).
            Dari hadis ini ditarik satu pemahaman bahwa sungguh pun Allah swt mempunyai kemampuan untuk mengampuni dosa-dosa manusia. Manusia hanya perlu untuk menyampaikan segala kesalahan atau pun dosanya kepada Allah swt. Maka Allah akan mendengar seruan dari umat-Nya dan memberi ampunan.
            Perlu adanya taubat dalam istighfar yang telah diucapkan. Dalam taubat adalah menyesali kesalahan (An-Nadam).[12] Penyesalan bisa diartikan sebagai perasaan batin seseorang yang menggambarkan kekecewaan lantaran keterlanjurannya melakukan dosa, baik dosa terhadap Allah, sesama manusia, mahkluk lainnya, maupun dirinya sendiri. Kemudian dari menyadari dosa manusia akan berusaha untuk mencari jalan keselamatan agar terhindar dari akibat dosa pada hari Pembalasan kelak. Melalui istighfarlah manusia akan mendapat jalan keselamatan itu, dimana manusia meminta ampun dari segala dosa agar mendapatkan keselamatan.
D.    Istighfar Membawa Kepada Keselamatan dan Cukup
              Nabi saw senantiasa mengulang-ulang istighfarnya pada kesempatan duduk di antara dua sujud ini, seraya membaca;
              Rabbighfir Lii, Rabbighfir Lii, Rabbighfir Lii “(Ya Tuhanku, ampuni aku, Ya Tuhanku, ampuni aku, Ya Tuhanku, ampuni aku).[13] Anggaplah saat ini dirimu telah dibangkitkan untuk menjalani proses hisab. Apabila Allah swt, tidak mengampunimu, maka hukuman akan ditegakkan atasmu sekarang. Orang yang mendapatkan hukuman di dunia ini lebih baik daripada orang yang tidak mendapatkan ampunan Allah swt, sebab orang yang mendapatkan hukuman di dunia akan selamat dari siksa Allah swt pada hari kiamat.[14] Sedangkan orang yang tidak mendapatkan ampunan Allah swt di dunia ini, maka ia telah dinanti oleh lembah neraka pada hari kiamat.[15]
              Jadi dengan beristighfar manusia akan memperoleh keselamatannya yang diberikan oleh Allah swt. Manusia yang beristighfar akan mendapatkan kenikmatan surga, dan di hari kiamat nanti mereka yang selalu beristighfar tidak akan mendapatkan hukuman.
E.     Pandangan Alkitab Mengenai Konsep Istighfar
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa istighfar merupakan suatu pelafalan dalam Islam untuk memohonkan pengampunan kepada Tuhan atas segala dosa-dosa atau pun kesalahan-kesalahan. Muhammad saw, bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya aku memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali.”[16] Begitu penting dan seriusnya masalah pengampunan sehingga Muhammad dimana dia adalah yang dimuliakan di dalam Islam sampai-sampai melakukan istighfar lebih dari tujuh puluh kali.
Jika dilihat dari sisi Alkitab, bahwa pengampunan memang diberikan oleh Allah kepada umat-Nya yang meminta kepada-Nya (Bil.14:20). Tetapi perlu diketahui bahwa istighfar dalam Islam tidaklah bisa menyelesaikan yang namanya dosa. Karena dosa itu diampuni apabila seseorang meminta pengampunan itu, sedangkan dalam Alkitab pengampunan Allah memang telah diberikan bukan hasil dari permintaan itulah sebabnya dikatakan sebagai anugerah. Pengampunan adalah perbuatan Allah yang timbul dari rahmat-Nya. Pengampunan dosa manusia telah meminta korban hidup Yesus.[17] Alkitab mengajarkan bahwa ketika seseorang berdosa, dosa itu perlu dibereskan dengan korban. Namun hanya satu korban yang dapat menyelesaikan segala dosa yaitu penebusan Kristus di atas kayu salib. Bukan dengan istighfar yang seakan-akan pengampunan itu begitu murah atau tidak ada isinya.
Manusia hanya dapat menebus dosanya secara pribadi jika ia dapat menderita selamanya karena hukuman yang diakibatkan dosa itu. Tentu saja manusia tidak akan sanggup melakukan hal demikian. Maka karena kasih dan sayang-Nya, Allah masuk ke dalam keadaan tanpa harapan dan memberikan seorang Pengganti, yaitu Yesus Kristus, yang benar-benar sanggup memberikan pelunasan yang kekal untuk dosa.[18] Jelas dikatakan dalam 1 Petrus 3:18 “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh”. Penebusan pengganti menjadikan Kristus yang tidak berdosa menderita bagi manusia yang jahat.
Di dalam konsep pengampunan Islam (istighfar) tidak ada sebuah jaminan pasti akan pengampunan itu. Masakan bisa manusia meminta ampun kepada seseorang dengan tidak melihat suatu jaminan atau kepastian dari pengampunan itu. Namun kembali Alkitab mengajarkan bahwa Kristuslah yang dapat mendatangkan anugerah Tuhan. Tuhan menuntut kepada Kristus segala hal yang tidak dilakukan oleh manusia, agar kepada manusia dapat diberikan anugerah.[19]
Pengampunan itu disertai oleh adanya pertobatan. Dimana seperti dikatakan di dalam Islam bahwa pertobatan itu mendatangkan penyesalan yang dalam akan segala perbuatan-perbuatan yang salah. Pertobatan merupakan tindakan berbalik kepada Allah, dan tindakan tersebut merupakan tanggapan manusia terhadap panggilan Allah. Tindakan itu sendiri terdiri atas dua unsur : pertobatan dan iman.[20] Penulis meyakini bahwa di dalam Islam iman pasti juga adalah dasar dari permohonan ampun. Namun pertanyaannya apakah iman itu diberikan kepada Oknum Yang Benar? Atau hanya ada dalam baying-bayang saja. Sedangkan di dalam Alkitab jelas bahwa iman itu ditujukan kepada Yesus Kristus yang adalah jalan kebenaran dan hidup (Yoh.14:6).
Anugerah Allah memanglah pemberian langsung dari Allah kepada umatNya, tetapi manusia juga mengerjakan bagiannya untuk dikerjakan. Anugerah Allah dapat diterima dengan syarat harus mengakui dosa, harus bertobat dari dosa dan mempercayakan diri kepada Kristus.[21] Jadi, bolehlah seseorang melakukan permintaan agar dosa atau kesalahannya diampuni, namun perlu diketahui bahwa Oknum yang dapat mengampuni itu adalah Dia yang melakukan penebusan akan setiap dosa-dosa. Konsekuensi dosa tetaplah kepada suatu kematian atau maut dan dapat diselesaikan dengan penumpahan darah. Oleh karena itu Allah mengirimkan Anak-Nya untuk mati, untuk menumpahkan darah-Nya di atas kayu salib sebagai korban yang hidup, yang dapat menyelesaikan segala dosa, baik dosa yang ada di masa lampau, sekarang dan masa depan. Maka perlulah permohonan ampun itu ditujukan kepada Oknum yang benar yaitu Yesus Kristus, bukan hanya dengan istighfar. Sebanyak apapun melakukan istighfar tetaplah dosa itu ada jikalau tidak diselesaikan oleh Oknum yang mampu menyelesaikan dengan tuntas.


[1]Bilif Abduh, Terapi Istighfar (Jakarta Selatan: Citra Risalah, 2011), 1.
[2]Bilif Abduh, Ibid., 1.
[4]Bilif Abduh, Op.cit., 2.
[5]Ibid., 3.
[6]Ali bin Nayif asy-Syuhud, Istighfar (Solo: Tiga Serangkai, 2015), 10.
[7]www.fadhilza.com/manfaat dan dahsyatnya kekuatan istighfar. Dikutip 06 Juni 2016.
[8]Ibid.
[9]Ibid.
[10]Bilif Abduh, Op.cit., 29.
[11]Bilif Abduh, Ibid., 28.
[12]Muhaimin, Dahsyatnya Taubat Nasuha (Yogyakarta: Citra Risalah, 2010), 64.
[13]Hadis Shahih, Riwayat Ibnu Majah dan An-Nasal (Shahih Ibnu Majah, nomor 731 dan Al-Irwa, nomor 335).
[14]Khalid Abu Syadi, Pengalaman Shalat Pertamaku (Yogyakarta: Citra Risalah, 2008), 141.
[15]Khalid Abu Syadi, Ibid., 141.
[16]Said bin Ali bin Wahf Al-Qahtani, Doa & Dzikir (Yogyakarta: Citra Risalah, 2008), 136.
[17]G.C.van Niftrik dan B.J.Boland, Dogmatika Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 467.
[18]Charles C.Ryrie, Teologi Dasar (Yogyakarta: Yayasan Andi, 1992), 29.
[19]R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), 164.
[20]Henry C.Thiessen, Teologi Sistematika (Malang: Gandum Mas, 2010), 410.
[21]Ichwei G.Indra, Teologi Sistematis (Bandung: Lembaga Literatur Baptis), 135.

Posting Komentar untuk "TINJAUAN TEOLOGIS TENTANG ISTIGHFAR TERHADAP PRINSIP PENGAMPUNAN ALLAH DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN ALKITAB"