Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PERANG SALIB DAN REFORMASI GEREJA

BAB II
PERANG SALIB DAN REFORMASI GEREJA

            Pada dasarnya perang salib terjadi dari beberapa periode atau pada berbagai masa, yaitu perang salib yang pertama sampai perang salib yang ke delapan. Berikut adalah penjelasannya.
1.      Perang-Perang Salib
1.1  Perang Salib Pertama (1096-1099)
            Tentara Perang Salib pada saat itu berkumpul di Konstantinopel. Sebelumnya mereka berjalan melalui sungai Rhein dan Donau. Dalam perjalanannya mereka berjalan sambil membunuh dan menyiksa orang-orang Yahudi yang mereka jumpai dalam perjalanan, sebab kaum Yahudi dianggap musuh, bahkan pembunuh Kristus. Kemudian mereka berangkat menuju Asia Kecil menuju Palestina. Pada perjalanan itu mereka dikalahkan oleh orang-orang Turki. Secara berturut-turut ditaklukkan Nicea (ibukota kerajaan Turki-Seljuk di Asia Kecil) pada tahun 1097, Edessa pada tahun 1097, Anthiokia pada tahun 1098 dan kota Yerusalem pada tanggal 15 Juli 1099.
            Ada persamaan yang menonjol antara pasukan tentara Salib dengan lawan-lawan mereka, yaitu Turki. Penduduk Eropa Barat memeluk agama Kristen lebih kemudian daripada orang-orang Romawi, sedangkan orang-orang Turki masuk Islam lebih kemudian daripada orang-orang Arab.
            Para pemimpin tentara Salib mendirikan kerajaan Yerusalem (1099-1187) dan tiga negara lebih kecil, yaitu Anthiokia, Edessa dan Tripoli. Namun kerajaan-kerajaan itu tidak berlangsung lama (hanya kira-kira setengah abad). Dalam tahun-tahun berikut mereka berhasil memperluas daerahnya. Keberhasilan Perang Salib pertama disebabkan oleh kelemahan orang-orang Turki Seljuk, yang sedang terpecah-pecah, bukan oleh keunggulan para ksatria Salib di bidang militer.
1.2  Perang Salib Kedua ( 1147-1149)
            Perang Salib ini dipromosikan oleh Bernhard dari Clairvaux (1090-1153) dan dipimpin oleh Kaisar Konrad III dan raja Ludwig VII dari Perancis. Dalam perang ini, faktor dan motif politik semakin menonjol. Tentara Salib datang untuk melindungi orang-orang Kristen Barat yang telah menetap di Palestina. Namun tiada hasil. Sebaliknya reaksi-reaksi melawan dan mengutuk Perang-perang Salib muncul di Eropa, sebagian besat tentara Salib dibunuh atau meninggal, Edessa yang dimenangkan kembali oleh pihak Turki pada tahun 1144, tidak dapat direbut kembali, tentara Salib menyerang Damsyik yang memelihara hubungan yang baik dengan kerajaan Yerusalem. Kegagalan militer dan moralis menggoncangkan orang-orang Kristen.
1.3  Perang Salib Ketiga (1189-1192)
            Perang ini dicetuskan oleh kekalahan tentara Kristen di Palestina dekat Tiberias (pertempuran Hattin, 1187) dan penaklukan kota Yerusalem oleh sultan Saladin dari Mesir. Sultan Saladin bertekad untuk mengembalikan kedaulatan Islam atas daerah-daerah yang hilang pada Perang Salib 1. Perang ini juga bisa disebut perang raja-raja. Yang memimpinnya ialah Kaisar Jerman Friedrich III Barbarossa (jenggot merah) bersama raja Inggris Richard the Lionhearted (Hati singa) dan raja Perancis Philippe II August (Agung). Kota Akko di pantai Palestina direbut kembali dan Richard berhasil mengikat perjanjian dengan Saladin. Menurut perjanjian ini, orang-orang Kristen boleh tinggal di daerah pesisir antara Tyrus dan Jaffa, sedangkan para peziarah boleh mengunjungi Yerusalem secara bebas.
1.4  Perang Salib Keempat (1202-1204)
            Perang Salib ini dilakukan atas anjuran Paus Innocentius III.  Namun Perang Salib itu hanya menghasilkan penghancuran Konstantinopel oleh tentara-tentara Salib. Dengan kekerasan dan kebengisan mereka membunuh ribuan penduduk, menghancurkan sebagian kota, mencemarkan gereja-gereja Ortodoks, memperkosa, semuanya luar biasa memalukan. Dengan kehancuran Konstantinopel pada tahun 1204 dan kemudian kehancuran khalifat di Baghdad pada tahun 1258 oleh bangsa Mongolia, Timur Tengah kehilangan pusat-pusat kebudayaan, pendidikan dan ilmu pengetahuan. Sesudah itu Timur tengah tidak pernah lagi mencapai puncak gemilang itu dan menjadi pelopor ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
1.5  Perang Salib Kelima (1218-1221)
            Perang Salib ini adalah salah satu dari sejumlah usaha militer yang dilakukan atas dorongan Paus Innocentius III dan penggantinya, Honorius III di Konsili Lateran IV, konsili yang sama yang juga memutuskan tentang inkwisisi dan SK-SK anti Yahudi. Tentara-tentara Salib memasuki Mesir, namun dikalahkan oleh Sultan al-Malik al-Kamil (1218-1238). Perang ini menyebabkan fanatisme anti Kristen di Mesir, gereja-gereja Ortodoks-Kopt dihancurkan, penghambatan, pemungutan pajak yang lebih tinggi.
1.6  Perang Salib Keenam (1228-1229)
            Perang Salib ini dipimpin oleh Kaisar Frederik II. Dengan diplomasi yang baik ia berhasil bahwa Sultan al-Malik dari Mesir menyerahkan Yerusalem, Bethlehem dan Nazareth. Karena ia menikah dengan ahli waris takhta Kerajaan Latin di Yerusalem, maka Kaisar Frederik II memahkotai diri sendiri di Yerusalem sebagai raja Yerusalem (1229). Namun hasil ini tidak bertahan lama. Pada tahun 1241 tentara Turki memenangkan Yerusalem kembali, dan untuk seterusnya sampai Perang Dunia 1 (1914-1918) tiada tentara Kristen yang memasuki Yerusalem.
1.7  Perang Salib Ketujuh (1248-1254)
            Pada tahun 1224 Yerusalem diduduki kembali oleh tentara-tentara Islam dan orang-orang Kristen Barat kehilangan kota ini sampai tahun 1918. Sekali lagi seorang raja, Louis IX, bersiap mengadakan Perang Salib dan memusnahkan kuasa Mesir. Pada tahun 1249 kota Damietta diserbu, tetapi kemudian Louis dikalahkan dan menjadi tawanan perang. Setelah ia ditebus dengan banyak uang, ia dilepaskan dan pulang ke Perancis, 1254.
1.8  Perang Salib Kedelapan (1270)
            Perang ini juga dipimpin oleh Louis IX, tetapi gagal sebab raja meninggal di Tunisia karena penyakit pes. Pada tahun 1291 Akko direbut tentara Mesir. Pada tahun berikutnya kota-kota lain juga menyerah dan orang-orang Kristen Barat meninggalkan Palestina. Setelah pulau-pulau Rhodos (1522) dan Siprus (1571) dikuasai oleh orang-orang Turki Otoman, kehadiran orang-orang Kristen Barat berhubung dengan Perang-perang Salib ditiadakan seluruhnya. Sejak abad ke 13 usaha Perang Salib terutama diarahkan kepada pengikut-pengikut bidat-bidat di Eropa Barat.


2.      Akibat-akibat Perang Salib bagi kehidupan masa kini
            Ketika terjadi suatu perang, apalagi yang terjadi adalah Perang Salib tentunya memiliki suatu akibat dari perang tersebut. Adapun akibat-akibat perang tersebut adalah sebagai berikut:
2.1 Kegagalan militer total. Penderitaan besar di dua belah pihak.
2.2 Kegoncangan rohani dalam kalangan Kristen, Islam dan Muhammad dianggap unggul dan menang. Skeptisisme mulai berkembang. Ada orang-orang Kristen yang pindah agama dan menjadi Muslim.
2.3 Dengan berkembangnya kritik dan penolakan terhadap Perang-perang Salib, kerinduan untuk menginjili orang-orang Muslim berkembang juga.
2.4 Suatu akibat serius semakin nyata dalam bidang teologi, yaitu perkembangan sikap mental yang menangani dan menyelesaikan perbedaan-perbedaan pendapat dan keyakinan dengan kekerasan senjata.
2.5 Hubungan dagang Asia-Eropa sangat berkembang, khususnya di antara kota-kota di Italia Utara dan Mesir.
2.6 Perang-perang Salib mengakibatkan suatu corak relasi yang baru antara umat Islam dan umat Kristen, yang ciri khasnya sering adalah fanatisme.
2.7 Orang-orang Kristen Pribumi menderita, sama seperti tentangganya yang Islam, karena peperangan yang terus menerus.
2.8 Perang Salib mendatangkan perpecahan antara Gereja Eropa Barat dengan Gereja Ortodoks Timur.
2.9 Kekaisaran Romawi dirusak orang-orang Barat, sehingga tak dapat lagi menahan serangan orang-orang Turki.
2.10 Puluhan kota dan ratusan desa rusak sebagai akibat dari peperangan yang berlangsung selama 200 tahun. Ratusan ribu orang mati.
2.11 Sikap penduduk Muslim tidak toleran lagi.

3.      Reformasi Gereja
            Pengertian reformasi gereja
            Sehingga reformasi gereja merupakan sebuah upaya perbaikan tatanan kehidupanyang didominasi oleh otokrasi gereja yang menyimpang. Reformasi gereja adalah sebuahupaya perbaikan dan kembali pada ajaran gereja yang lurus, gerakan reformasi berupasikap kritis terhadap penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pihak GerejaKatoliik pada waktu itu terutama adanya penjualan surat pengampunan dosa (disebut surat aflat).
            Karakteristik abad pertengahan
            Kristen resmi sebagai agama kekaisaran romawi· Muncul dominasi gereja· periode Eropasaat bersatunya kembali daerah bekas kekuasaan Kekaisaran Romawi  Barat di bawah prakarsa raja Charlemagne dimulainya penjelajahan samudra· kebangkitan humanisme ilmu pengetahuan dan kesenian dimanfaatkan untuk kepentingan religi.
II. Reformasi Gereja
A. Latar belakang                                        
            1. Banyaknya penyimpangan keagamaan diantaranya yaitu:· Dilakukannya penyogokan oleh pemuka agama kepada petinggi gereja agar mereka memperoleh kedudukan sosial keagamaaan yang tinggi.· Paus sebagai bapak suci berperilaku amoral yang menyangkut hubungannyadengan wanita seperti Alexander VI yang memiliki 8 anak haram dari hasilhubungannya dengan wanita simapannya.· Penjualan surat-surat pengampunan dosa (indulgencies).
            Adanya penyimpangan terhadap acara sakramen suci atau ritus pemujaaanterhadap benda-benda keramat atau tokoh-tokoh suci yang nantinya akanmenimbulkan takhayul dan mitologisasi yang tidak masuk akal, seperti para pastor yang semata-mata merupakan manusia yang memiliki sifat yang samadengan yang lainnya menganggap dirinya keramat.2. Korupsi atas nama negara3. Pajak-pajak yang memberatkan karena ambisi kekuasaan kaum bangsawanlokal4. Kebangkitan nasionalisme di Eropa5. Perkembangan kapitalisme dan krisis-krisis ekonomi dikawasan imperiumRoma.
B. Tokoh reformasi gereja I.
1.      Martin Luther (1483-1546)
            Awal gerakan reformasi gereja Protestan terjadi di jerman dengan tokoh utamanyaMartin Luther. Mengapa terjadi di Jerman? Menurut Burns dan Ralph dalam Suhelmi,Ahmad 2001:149-150. Ada beberapa faktor yakni: (1) jerman yang sekitar abad XV-XVImasih merupakan negara agraris atau negara yang masih terbelakang jika dibandingkandengan negara-negara Eropa lainnya. Sektor Industri perdagangan dan manafaktur belum berkembang seperti di Inggris dan Italia. Dan Katolisisme yang konservatif paling kuatada di Negara ini. Penyembahan terhadap tokoh ataupun benda-benda keramat dianggapkepercayaan yang wajib di yakini. Penjualan surat-surat pengampunan dosa paling banyak dijual di Jerman melebihi negara-negara lainnya di Eropa. (2) rakyat Jerman padasaat itu sebagian besar adalah masyarakat petani yang merupakan kelompok sosial yang paling menderita akibat adanya kekuasaan gereja katolisisme. Pajak-pajak yangmemberatkan, urusan kepemilikan tanah yang dipersulit oleh pihak gereja, hartakekayaan yang sering diambil oleh pihak geraja tanpa alasan yang jelas.Faktor-faktor tersebut belum berdampak serius untuk munculnya gerakanreformasi, tetapi faktor fundamental yang memicu munculnya gerakan reformasi adalah pada saat itu jerman berada dalam fase transisi ekonomi, dimna jerman sedang berusaha berpindahdari masyarakat Feodal ke masyarakat ekonomi frofit (menuju masyarkatkapitalis). Fase transisi ini , sebagaimana di negara-negara lain, merupakan fase kritis danrawan. Gerakan-gerakan sosial, keagamaan atau pun politik akan mudah terjadi hanyakarena dimu,ai oleh kerusuhan-kerusuhan kecil
            Dalam keadaan seperti itu, munculah sosok Martin Luther yang mempeloporikeharusan adanya pembaharuan keagamaan. Ia mencetuskan gerakan ReformasiProtestan di Jerman dengan melakukan berbagai protes sosial-keagamaaan kepadakekuasaan Paus. Melihat berbaga penyimpangan keagaman di Negerinya (Jerman) ia bergerak untuk memprotesnya. Puncaknya ketika Paus menjual susrat-surat pengampunan dosa di luar batas.Gerakan Reformasi Luther dimulai ketika ai membacakan 99 pernyataan protesterhadap gereja dan lembaga kepeusan yang menjual surat-surat pengampunan dosa itu.Martin Luther menilai penjualan surat-surat itu bertentangan dengan ajaran YesusKristus. Pembelia surat-surat itu tidak boleh dipaksakan, harus didasarkan ataskesukarelaan. Berbuat kebajikan seperti memberi makan fakir miskin dan meminjamkanuang kepada yang membutuhkan jauh lebih utama dari membeli surat-surat pengampunandosa. Gereja atau pemuka agama tidak memiliki hak memberikan pengampunan dosa.Hanya Tuhan, atas dasar kepercayaan dan amal soleh individu, yang berhak memberikan pengampunan dosa. Inilah yang dinamakan doktrin Justification by Faith.
            Atas dasar keyakinannya pula Martin Luther menentang doktrin sakramen suci gereja, pastor sebgai mediator antara manusia dengan Tuhan, penyembahan benda dan tokoh keramat, karena menimbulkan kepercayaan-kepercayaan yang tidak logis. Ia beranggapan bahwa, sakramen hanyalah berguna untuk membantu keimanan tetapi samasekali bukan alat untuk mencapai rahmat Tuhan dan jalan keselamatan. Mitos keajaiban pastor ditentamgnya karena akan mengakibatkan terjadinya manipulasi dan pembodohanmanusia.Menurut Luther, apabila manusia ingin selamat ia harus melakukan perbuatan- perbuatan baik yang dianjurkan tuhan, banyak bertobat (langsung) kepada tuhan tanpamelalui pelantara pastor. Keselamatan bisa diraih manusia apabila ia bisa mengenyahkannafsunya, seperti nafsu serakah, nafsu tamak dan mementingkan diri sendiri. Dalamtulisannya, ON Christian Liberty (Suhelmi, Ahmad 2001:151), Luther menegaskan bilaseorang memiliki keimana pasti ia akan melakukan perbuatan-perbuatan baik.Doktrin keimanan dan berbuat baik ini merupakan wacana yang telahmendesakralisasi lembaga imamat. Doktrin-doktrin Martin Luther ini meruntuhkanmitos-mitos kesucian yang berada dibalik kekuasaan gereja dan lembaga-lembagaimamat. Luther beranggapan ia telah melakukan Debunking (meminjam istil;ah peter  berger), atau penelanjangan mitos-mitos sosial dan keagamaan yang melekat padaindividu atau lembaga, sehingga nampak sosoknya yang asli.
2.      Reformasi II (Zwingli 1484-1531)
            Menurut E. Brooks Holifield, "Ketika Luther menyebut sakramen sebagai meterai perjanjian, yang ia maksudkan ialah bahwa baptisan secara kelihatan mengesahkan dan menjamin janji-janji Allah, sebagaimana sebuah meterai kerajaan mengesahkan dokumen pemerintah yang tertulis di dalamnya. Hanya secara sekunder baptisan itu dipahami sebagai janji ketaatan oleh manusia. Namun bagi Zwingli, sakramen terutama adalah 'suatu tanda perjanjian yang menunjukkan bahwa semua yang menerimanya rela memperbaiki hidupnya untuk mengikut Kristus." (Holifield, "The Covenant Sealed: The Development of Puritan Sacramental Theology in Old and New Testaments" (1570-1720, New Haven, Conn.: Yale University press, 1974, 6). Zwingli juga percaya bahwa sakramen Kristen itu serupa dengan janji atau sumpah seorang militer untuk membuktikan kerelaan dirinya untuk mendengarkan dan menaati firman Allah.

3.      Reformasi III (Kaum Anabaptis)

            Pada masa Reformasi Protestan banyak muncul sayap-sayap kekristenan yang baru, yang terkenal di antaranya Gereja Lutheran dan Gereja Reformasi dan Gereja Presbiterian dapat dikategorikan sebagai sayap yang konservatif. Mereka dapat dikatakan merupakan kelanjutan dari Gereja yang Katolik di wilayah mereka masing-masing. Pada prinsipnya, Lutheranisme hanya menolak hal-hal di dalam Gereja Katolik Roma yang dianggap terang-terangan dilarang di Alkitab. Gereja Reform bertindak lebih jauh lagi dengan hanya mengambil dari Gereja Katolik Roma hal-hal yang mereka anggap didasarkan dari Alkitab. Masing-masing berusaha untuk menjadi gereja untuk seluruh komunitas. Keduanya melanjutkan tradisi baptisan anak dan dengan hal tersebut maka mereka menganggotakan ke dalam gereja yang nampak (atau gereja yang kelihatan, yakni suatu gereja yang spesifik) seluruh orang yang lahir di komunitas tersebut.
            Tentang hal tersebut, sebenarnya Luther tidak sepenuhnya setuju karena hal tersebut tidak sepenuhnya sejalan dengan keyakinan dasarnya, yakni sola fide atau keselamatan hanya karena iman saja. Kalvin, yang teologinya menjadi dasar Gereja Reform, mengajarkan bahwa banyak yang dibaptis dengan cara demikian tidak berarti mereka orang-orang yang dipilih dan banyak di antara mereka yang tidak termasuk ke dalam gereja yang tak kelihatan (yakni mereka yang diselamatkan, atau masuk ke surga), yang keanggotaannya hanya diketahui oleh Allah saja. Namun masing-masing, baik Luther maupun Kalvin, menginginkan agar gereja yang terlihat dapat menjangkau seluruh komunitas di wilayah mereka masing-masing.
            Dalam hubungannya dengan negara, meskipun mereka mengetahui bahwa negara tidaklah sempurna dan dipenuhidosa, namun keduanya menjaga hubungan yang dekat dengan pemerintah negara, karena mereka percaya bahwa negara diberi kekuasaan oleh Allah. Kalvin dan Gereja Reform secara umum selangkah lebih jauh dari Luther dan menginginkan pemisahan Gereja dan negara. Namun keduanya bekerja sama dengan negara.



Posting Komentar untuk "PERANG SALIB DAN REFORMASI GEREJA"